misa.lagu-gereja.com        
 
View : 6583 kali
Khotbah Katolik 2016
Sabtu, 22 Oktober 2016
(Lukas 13:1-9)

Sabtu, 22 Oktober 2016 Hari Biasa - Lukas 13:1-9. BcO Hab. 2:5-20

Sabtu, 22 Oktober 2016
Hari Biasa
Ef. 4:7-16; Mzm. 122:1-2,3-4a,4b-5; Luk. 13:1-9.
BcO Hab. 2:5-20
warna liturgi Hijau

Lukas 13:1-9
Dosa dan penderitaan
13:1 Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. 13:2 Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? 13:3 Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. 13:4 Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? 13:5 Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."

Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah
13:6 Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. 13:7 Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! 13:8 Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, 13:9 mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!"


Penjelasan:
* Orang-orang Galilea yang Dibunuh (13:1-5)
Di sini kita mendapati:
I. Kabar yang dibawa kepada Kristus tentang kematian beberapa orang Galilea baru-baru ini, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan (ay. 1).

Marilah kita cermati:
1. Apa cerita tragis yang disampaikan ini. Cerita itu hanya digambarkan sedikit dalam perikop ini, dan juga tidak disinggung oleh para sejarawan pada masa itu.

Josephus memang menyebut-nyebut pembunuhan yang dilakukan Pilatus terhadap beberapa orang Samaria, yang atas perintah seorang pemimpin dari sebuah golongan, lari

berhamburan ke gunung Gerizim, di mana terdapat tempat ibadah orang Samaria. Namun kita sama sekali tidak bisa menganggap bahwa kisah ini sama dengan kisah yang sedang

diceritakan di sini. Sebagian orang berpikir bahwa orang-orang Galilea ini adalah para pengikut kelompok Yudas Gaulonita, yang juga disebut Yudas, seorang Galilea

(Kis. 5:37), yang tidak mengakui wewenang kaisar dan menolak membayar upeti kepadanya. Atau mungkin mereka ini, karena merupakan orang Galilea, dicurigai begitu saja

oleh Pilatus sebagai para pengikut Yudas Gaulonita, dan mereka dibunuh secara biadab karena para pengikut Yudas yang sebenarnya tidak bisa ia tangkap. Karena orang-

orang Galilea merupakan warga Herodes, kebiadaban yang dilampiaskan kepada mereka oleh Pilatus ini mungkin menimbulkan perselisihan antara Herodes dan Pilatus, seperti

yang kita baca dalam pasal 23:12. Kita tidak diberi tahu berapa banyak orang yang menderita akibat perasaan tersinggung Pilatus ini, mungkin hanya sedikit saja (dan

karena itu kisah ini diabaikan oleh Josephus), namun kejadian yang dilaporkan di sini adalah bahwa ia mencampurkan darah mereka dengan darah korban yang mereka

persembahkan di pelataran Bait Allah. Walaupun orang-orang Galilea ini mungkin takut terhadap kekejian Pilatus, namun mereka tidak mau, hanya karena ketakutan itu,

menjauh dari Yerusalem, sebab hukum Taurat mewajibkan mereka pergi ke sana untuk mempersembahkan korban mereka. Dr. Lightfoot berpendapat bahwa mereka kemungkinan

membunuh korban-korban persembahan mereka sendiri (dan ini diperbolehkan, karena menurut mereka pekerjaan imam baru dimulai pada saat pemercikan darah), dan bahwa para

serdadu Pilatus datang secara tiba-tiba tepat pada saat mereka lengah (sebab pada umumnya orang-orang Galilea sangat berani, dan mereka biasanya bepergian dengan

bersenjata lengkap), dan ia mencampur darah pemberi korban dengan darah korban yang dipersembahkan, seolah-olah keduanya sama-sama berkenan kepada Allah. Kekudusan

suatu tempat ataupun suatu ibadah tidak dapat melindungi seseorang dari amukan hakim yang tidak adil, yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun.

Mezbah, yang biasanya merupakan tempat kudus dan tempat perlindungan, kini menjadi jerat dan jebakan, tempat berbahaya dan tempat pembantaian.
2. Mengapa cerita ini disampaikan kepada Yesus Tuhan kita pada waktu itu.
(1) Mungkin hanya sebagai berita, yang mereka pikir belum didengar oleh-Nya, dan sebagai sesuatu yang mereka ratapi, dan berpikir bahwa Dia pun akan

merasakan hal yang sama; sebab orang-orang Galilea adalah orang-orang sekampung mereka. Perhatikanlah, segala peristiwa yang menyedihkan yang terjadi di dalam

pemeliharaan Allah haruslah kita perhatikan dan kita sampaikan kepada orang lain, supaya mereka juga dapat tersentuh olehnya dan mengambil pelajaran yang bermanfaat

darinya.
(2) Mungkin hal itu dimaksudkan sebagai pembenaran atas apa yang sudah dikatakan Kristus pada bagian penutup dalam pasal sebelumnya mengenai pentingnya

kita berdamai dengan Allah selama masih ada waktu, sebelum kita diserahkan kepada pembantu hakim, yaitu kepada kematian, lalu dilemparkan ke dalam penjara, dan dengan

demikian akan sudah terlambat bagi kita untuk berdamai. "Nah," kata mereka, "Guru, ini ada contoh yang baru saja terjadi, tentang sebagian orang yang dengan tiba-tiba

diserahkan kepada pembantu hakim, yang dijemput maut pada saat yang paling tidak mereka duga, dan oleh karena itu kita semua harus siap menghadapinya." Perhatikanlah,

akan bermanfaat bagi kita jika kita menjelaskan firman Allah dan meneguhkannya bagi diri kita sendiri dengan cara mengamati segala peristiwa yang diizinkan terjadi di

dalam pemeliharaan Allah.
(3) Mungkin mereka sedang berusaha menggugah hati-Nya supaya Ia mencari suatu cara untuk membalas dendam atas kematian orang-orang Galilea ini kepada

Herodes, sebab Dia sendiri berasal dari Galilea, dan juga merupakan seorang Nabi, dan Dia adalah orang yang sangat memperhatikan daerah-Nya. Jika mereka mempunyai

pikiran-pikiran seperti itu, maka sungguh kelirulah mereka, sebab Kristus sebentar lagi akan pergi ke Yerusalem, untuk diserahkan ke tangan Pilatus, dan membiarkan

darah-Nya, bukan untuk dicampur dengan korban yang dipersembahkan-Nya, melainkan untuk dijadikan sebagai persembahan itu sendiri.
(4) Mungkin cerita ini disampaikan kepada Kristus untuk mencegah-Nya pergi beribadah ke Yerusalem (ay. 22), jangan sampai Pilatus juga akan berbuat hal

yang sama terhadap-Nya seperti yang sudah diperbuatnya terhadap orang-orang Galilea itu, dan membujuk orang banyak untuk melawan-Nya, seperti yang mungkin telah

dilakukannya terhadap orang-orang Galilea itu, untuk membenarkan kekejamannya dengan menuduh mereka datang memberikan persembahan seperti Absalom, dengan maksud untuk

menghasut, dengan berpura-pura membawa korban persembahan, padahal sebenarnya ingin menyulut pemberontakan. Nah, supaya Pilatus, ketika masih menangani masalah ini,

tidak bertindak lebih jauh lagi, mereka berpikir bahwa Kristus sebaiknya menghindar dulu untuk sementara waktu.
(5) Jawaban Kristus kepada mereka menunjukkan bahwa mereka memberitahukan kabar ini kepada-Nya dengan suatu maksud yang jahat untuk menyindir, bahwa

walaupun Pilatus berbuat tidak adil dengan membunuh orang-orang ini, namun sebenarnya mereka ini adalah orang-orang yang jahat, sebab kalau tidak, Allah pasti tidak

akan mengizinkan Pilatus membunuh mereka dengan cara yang biadab seperti itu. Tindakan murid-murid itu sungguh dilandasi dengan rasa iri. Bukannya memandang orang-

orang Galilea itu sebagai martir, padahal mereka mati sewaktu memberikan korban persembahan, dan mungkin menderita karena ibadah mereka, murid-murid malah, tanpa bukti

sedikit pun, menganggap mereka sebagai penjahat, dan ini mungkin tiada lain dipicu oleh karena murid-murid tidak segolongan atau sealiran dengan mereka, mungkin ada

suatu perbedaan tertentu di antara mereka. Nasib mereka ini, yang bukan hanya dapat kita tafsirkan sebagai sesuatu yang terpuji, melainkan juga sebagai sesuatu yang

terhormat, dapat disebut sebagai penghakiman yang adil dari Allah terhadap mereka, walaupun mereka tidak tahu untuk apa.
II. Tanggapan Kristus terhadap laporan ini, yang di dalamnya:
1. Ia menyokong cerita itu dengan cerita lain lagi, yang seperti cerita tentang orang-orang Galilea itu. Cerita itu juga berkisah mengenai orang-orang yang

dijemput maut dengan tiba-tiba. Tidak lama sebelumnya, menara dekat Siloam roboh, dan ada delapan belas orang yang mati dan terkubur di tengah-tengah reruntuhannya.

Dr. Lightfoot menduga menara ini berdampingan dengan kolam Siloam, yang juga disebut kolam Betesda, dan bahwa menara itu terletak di serambi-serambi di dekat kolam

itu, dan di situlah orang-orang yang sakit berbaring sambil menantikan goncangan air di kolam itu (Yoh. 5:3), dan bahwa orang-orang yang terbunuh adalah sebagian dari

mereka, atau sebagian orang yang biasa membersihkan diri di kolam itu sebelum beribadah di Bait Allah, sebab kolam itu memang dekat dengan Bait Allah. Siapa pun

mereka, kisah ini sungguh menyedihkan. Namun demikian, kecelakaan-kecelakaan yang mengerikan seperti itu sudah sering kita dengar, sebab seperti burung yang tertangkap

dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba (Pkh. 9:12). Menara, yang dibangun untuk

keamanan, sering kali justru membawa kehancuran bagi manusia.
2. Ia memperingatkan para pendengar-Nya untuk tidak mereka-reka sesuatu yang buruk dari kejadian ini atau dari kejadian-kejadian semacamnya, dan juga untuk

tidak memanfaatkan kejadian ini untuk mencela orang-orang yang sangat menderita, seolah-olah karena penderitaan itulah mereka harus dipandang sebagai pendosa-pendosa

besar. "Sangkamu orang-orang Galilea ini, yang terbunuh sewaktu memberikan korban persembahan, lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena

mereka mengalami nasib itu? Tidak, kata-Ku kepadamu" (ay. 2-3). Mungkin yang memberitahukan Dia tentang kabar orang-orang Galilea ini adalah orang-orang Yahudi.

Orang-orang ini senang dengan hal-hal apa saja yang dapat dijadikan perenungan tentang orang-orang Galilea. Karena itulah Kristus membalas mereka dengan cerita tentang

orang-orang Yerusalem, yang juga menemui ajal secara tidak terduga, sebab ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan diukurkan kepada kita. "Nah, sangkamu kedelapan

belas orang yang menemui ajal mereka di menara Siloam itu, sewaktu mereka mungkin sedang menunggu kesembuhan dari kolam Siloam, harus membayar keadilan ilahi jauh

melebihi semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! Kata-Ku kepadamu." Tidak peduli apakah kejadian ini membenarkan atau menuduh diri kita, kita harus menaati

aturan ini, yaitu bahwa kita tidak bisa menghakimi dosa orang lain dengan melihat penderitaan mereka di dunia ini, sebab ada banyak orang dilemparkan ke perapian

seperti emas yang hendak dimurnikan, bukan seperti kotoran atau sekam yang hendak dibakar. Oleh karena itu kita tidak boleh keras mencela orang-orang yang lebih

menderita daripada sesamanya, seperti teman-teman Ayub yang mencelanya, supaya jangan sampai kita justru mengutuk angkatan yang benar (Mzm. 14:5). Jika kita ingin

menghakimi, cukuplah untuk menghakimi diri sendiri saja. Kita juga tidak mengetahui apa pun yang ada di hadapan kita, baik kasih maupun kebencian, sebab segala sesuatu

sama bagi sekalian (Pkh. 9:1-2). Karena itu, pantaslah bagi kita untuk beranggapan bahwa para penganiaya, termasuk Pilatus, yang mempunyai kuasa dan keberhasilan,

adalah orang-orang yang paling kudus. Sama halnya juga, wajarlah bagi kita untuk bisa saja beranggapan bahwa orang-orang yang dianiaya, termasuk orang-orang Galilea

itu, yang sedang bersimbah air mata dan tidak mendapat penghiburan sekalipun dari imam-imam dan orang-orang Lewi yang melayani mezbah, adalah orang-orang yang paling

berdosa. Dalam menghakimi orang lain, marilah kita melakukannya dengan cara seperti yang kita juga ingin orang lain melakukannya terhadap kita, sebab sebagaimana kita

berbuat kepada orang lain, demikian pula akan diperbuat oleh orang lain kepada kita. Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi (Mat. 7:1).
3. Dengan cerita-cerita ini Kristus menyerukan seruan pertobatan. Ia mengakhiri setiap cerita ini dengan perkataan untuk menggugah hati, "Jikalau kamu tidak

bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian" (ay. 3-5).
(1) Ini menunjukkan bahwa kita semua pantas binasa seperti mereka, dan seandainya kita diperlakukan menurut dosa-dosa kita, menurut segala kesalahan (yang

kita lakukan) terhadap segala yang dikuduskan, maka pastilah atas keadilan Allah darah kita sudah dicampurkan dengan darah korban yang kita persembahkan. Kita harus

bersikap lunak dalam mengecam orang lain, karena kita harus ingat, bahwa kita ini bukan hanya pendosa, tetapi juga sama-sama sangat berdosa seperti halnya mereka, dan

kita juga harus bertobat dari banyak dosa-dosa kita seperti halnya mereka.
(2) Oleh karena itu kita semua harus bertobat, menyesali kesalahan yang telah kita perbuat, dan berusaha untuk tidak melakukannya lagi. Penghakiman Allah

atas orang lain merupakan suatu peringatan keras bagi kita untuk bertobat. Lihatlah bagaimana Kristus memanfaatkan segala sesuatu untuk menekankan kewajiban besar itu,

yang untuk itulah Ia datang, yaitu supaya kita memperoleh kesempatan dan harapan untuk bertobat.
(3) Bahwa pertobatan adalah cara yang pasti, dan tidak ada cara lain lagi untuk menghindarkan diri kita dari kebinasaan, supaya kesalahan itu jangan

menjadi batu sandungan atau kebinasaan bagimu.
(4) Bahwa jika tidak bertobat, kita pasti akan binasa, seperti yang sudah terjadi pada orang-orang lain yang mendahului kita. Sebagian orang memberikan

penekanan terhadap kata atas cara demikian, dan menerapkannya pada kehancuran yang kemudian menimpa orang-orang Yahudi, khususnya kota Yerusalem, yang dihancurkan oleh

orang-orang Romawi pada waktu mereka merayakan paskah, dan dengan demikian, seperti orang-orang Galilea, darah mereka dicampur dengan darah korban yang mereka

persembahkan; dan juga, ketika itu, banyak dari antara mereka, baik di Yerusalem maupun di tempat-tempat lain, hancur luluh tertimpa dinding-dinding dan bangunan-

bangunan yang diruntuhkan, mirip dengan orang-orang yang mati tertimpa menara Siloam itu. Namun demikian, perkataan "atas cara demikian" ini punya maksud lebih jauh

daripada hal-hal ini saja, yakni, jika kita tidak bertobat, kita akan binasa untuk selama-lamanya, seperti mereka semuanya tadi, yang habis binasa dari dunia ini.

Yesus yang sama yang memanggil kita untuk bertobat sebab Kerajaan Sorga sudah dekat, menyuruh kita untuk bertobat sebab, kalau tidak, kita akan binasa. Dengan

demikian, Ia telah menyodorkan ke hadapan kita kehidupan dan kematian, kebaikan dan kejahatan, dan menyerahkan kepada kita sendiri untuk memilih.
(5) Orang-orang yang menghakimi orang lain dengan keras dan kejam, tetapi mereka sendiri tidak mau bertobat, mereka ini akan mengalami kebinasaan yang

lebih mengerikan lagi.


* Pohon Ara yang Tidak Berbuah (13:6-9)

Perumpamaan ini dimaksudkan untuk memperkuat peringatan yang diberikan Kristus sebelumnya, "Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.

Jikalau kamu tidak diperbaharui, kamu akan dihancurkan, seperti pohon ara yang tidak berbuah. Jikalau pohon itu tidak berbuah, ia akan ditebang."

I. Perumpamaan ini terutama merujuk pada bangsa dan umat Yahudi. Allah memilih mereka sebagai milik kepunyaan-Nya, menjadikan mereka umat yang dekat dengan-Nya,

memberi mereka segala keistimewaan untuk mengenal dan melayani-Nya melebihi bangsa-bangsa lain, dan mengharapkan mereka membalasnya dengan melakukan kewajiban dan

ketaatan mereka terhadap-Nya, yang mendatangkan pujian dan hormat bagi-Nya; semuanya ini diperhitungkan-Nya sebagai buah. Namun mereka mengecewakan harapan-harapan-

Nya: mereka tidak melakukan kewajiban mereka; mereka mendatangkan celaan, dan bukannya pujian, bagi pengakuan iman mereka. Oleh karena itu, Ia dengan adil berketetapan

untuk meninggalkan mereka, memutuskan mereka, melucuti segala hak istimewa mereka, dan meniadakan mereka sebagai suatu bangsa dan umat. Namun demikian, melalui

pengantaraan Kristus, seperti pada waktu dulu melalui pengantaraan Musa, Ia dengan murah hati memberi mereka lebih banyak waktu dan belas kasihan. Seakan-akan Ia

menguji mereka setahun lagi, dengan mengutus para rasul-Nya kepada mereka untuk mengajak mereka bertobat dan menawarkan pengampunan kepada mereka dalam nama Kristus

ketika bertobat. Di dalam sebagian mereka pertobatan dikerjakan, lalu mereka berbuah, dan bagi mereka ini semuanya menjadi baik. Namun sebagai bangsa mereka tetap

tidak mau bertobat dan tidak berbuah, dan oleh karena itu kehancuran menimpa mereka tanpa ampun sekitar empat puluh tahun kemudian (setelah masa kehidupan Yesus di

tengah-tengah mereka -- pen.), dan dibuang ke dalam api, tepat seperti yang dikatakan Yohanes Pembaptis kepada mereka (Mat. 3:10), yang dijabarkan dengan lebih luas

lagi dalam perumpamaan ini.
II. Perumpamaan mengenai buah ini, tidak diragukan lagi, juga merujuk kepada hal yang lebih jauh lagi, dan dirancang untuk menggugah semua orang yang menikmati

sarana anugerah dan segala hak-hak istimewa gerejawi di dunia yang kelihatan ini. Orang-orang seperti ini harus melihat apakah sikap pikiran dan arah hidup mereka

sudah sesuai dengan iman pengakuan mereka dan dengan kesempatan yang tersedia bagi mereka. Inilah buah yang diminta dari mereka.

Sekarang amatilah di sini:

1. Keuntungan-keuntungan yang dimiliki pohon ara ini. Pohon ara itu tumbuh di kebun anggur, di tanah yang baik, di mana ia bisa lebih dirawat dan dijaga

dibandingkan dengan pohon-pohon ara yang lain, yang biasanya tumbuh bukan di kebun anggur (yang memang khusus untuk anggur), melainkan di dekat jalan (Mat. 21:19).

Pohon ara itu milik seseorang, yang mengurus dan merawatnya. Perhatikanlah, jemaat Allah adalah kebun anggur-Nya, berbeda dari tanah biasa, dan dipagari di

sekelilingnya (Yes. 5:1-2). Kita adalah pohon ara yang ditanam di kebun anggur-Nya melalui baptisan. Kita mempunyai tempat dan nama di dalam gereja di dunia ini, dan

inilah yang menjadi hak istimewa dan kebahagiaan kita. Ini suatu anugerah yang istimewa, karena Dia tidak melakukan yang demikian dengan bangsa-bangsa lain.
2. Harapan si pemilik kebun anggur untuk pohon ara itu: ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, dan ia berhak mengharapkannya. Ia tidak menyuruh orang

lain, melainkan datang sendiri, yang menunjukkan keinginannya untuk mendapatkan buah. Kristus datang ke dunia ini, datang kepada milik kepunyaan-Nya, kepada orang-

orang Yahudi, untuk mencari buah. Perhatikanlah, Allah di sorga menginginkan dan mengharapkan buah dari orang-orang yang bertempat tinggal di kebun anggur-Nya. Mata-

nya tertuju kepada orang-orang yang menikmati Injil, untuk melihat apakah mereka sudah hidup sesuai dengannya. Ia mencari bukti-bukti apakah mereka menjadi baik dengan

sarana anugerah yang mereka nikmati. Daun saja tidak cukup, seperti orang yang hanya berseru, Tuhan, Tuhan. Bunga juga tidak cukup, seperti orang yang memulai dengan

baik dan hanya menjanjikan hal yang indah-indah saja. Harus ada buah. Segala pikiran, perkataan, dan perbuatan kita harus sesuai dengan Injil, terang dan kasih.
3. Kekecewaannya terhadap apa yang ia temukan: ia tidak menemukan apa-apa, tidak ada sama sekali, tidak satu buah ara pun. Perhatikanlah, sungguh menyedihkan

melihat berapa banyak orang yang menikmati hak-hak istimewa Injil namun tidak melakukan apa pun untuk kemuliaan Allah, tidak memenuhi maksud dan tujuan-Nya dalam

memberikan mereka segala keistimewaan Injil itu. Ini sungguh mengecewakan Dia dan mendukakan Roh anugerah-Nya.
(1) Ia mengeluh kepada pengurus kebun: "Aku datang untuk mencari buah, tetapi aku kecewa, sebab aku tidak menemukannya. Aku mencari anggur, tetapi yang

kulihat hanyalah anggur liar. Ia berduka dengan angkatan seperti itu.
(2) Bagi-Nya, hal ini sungguh keterlaluan, karena dua alasan:
[1] Bahwa ia sudah lama menunggu, dan akhirnya dikecewakan. Karena ia tidak mengharapkan yang tinggi-tinggi, hanya mengharapkan buah, bukan banyak

buah, maka ia juga tidak terburu-buru. Ia terus mendatanginya selama tiga tahun, tahun demi tahun. Dengan menerapkan pernyataan ini kepada orang Yahudi, Ia datang pada

satu waktu sebelum masa pembuangan, satu waktu lagi sesudahnya, dan satu waktu lagi saat Yohanes Pembaptis dan Kristus sendiri memberitakan Injil. Atau pernyataan ini

mungkin merujuk pada tiga tahun pelayanan Kristus kepada orang banyak, yang pada waktu itu akan segera berakhir. Secara umum, pernyataan ini hendak mengajar kita bahwa

kesabaran Allah itu sangatlah panjang bagi banyak orang yang menikmati Injil namun masih tidak menghasilkan buah-buahnya juga, dan bahwa kesabaran-Nya ini sungguh

teramat dilecehkan sehingga membuat Allah benar-benar sangat murka. Sudah berapa kali tiga tahun Allah mendatangi banyak dari antara kita untuk mencari buah, namun

tidak menemukan apa-apa, atau hampir tidak menemukan apa-apa, atau justru lebih buruk lagi daripada tidak ada apa-apa!
[2] Bahwa pohon ara ini bukan hanya tidak menghasilkan buah, tetapi juga menyakiti. Pohon itu hidup di tanah dengan percuma, mengambil tempat pohon

yang berbuah, dan menyakiti semua yang ada di sekelilingnya. Perhatikanlah, orang-orang yang tidak berbuat baik biasanya menyakiti orang lain dengan pengaruh dari

contoh buruk mereka. Mereka mendukakan dan mengecewakan orang-orang yang baik; mereka mengeraskan dan membesarkan hati orang-orang yang jahat. Semakin besar kesakitan

yang ditimbulkannya, semakin terbebanlah tanah itu, jika pohon itu tinggi, besar, dan melebar, atau jika pohon itu tua dan berdiri dalam waktu yang lama.
4. Hukuman yang menimpanya: "Tebanglah pohon ini!" Ia mengatakannya kepada pengurus kebun anggur, kepada Kristus, yang diberi segala kuasa untuk menghakimi,

kepada hamba-hamba yang dalam nama-Nya menyatakan penghukuman ini. Perhatikanlah, tidak ada lagi yang dapat diharapkan dari pohon yang tidak berbuah selain harus

ditebang. Seperti halnya kebun anggur yang tidak berbuah akan dibongkar, dan diinjak-injak (Yes. 5:5-6), begitu pula pohon yang tidak berbuah di kebun anggur akan

dicabut dari kebun itu, dan akan menjadi layu (Yoh. 15:6). Pohon itu ditebang oleh penghakiman-penghakiman Allah, terutama penghakiman-penghakiman rohani, seperti yang

ditimpakan ke atas orang-orang Yahudi yang tidak percaya (Yes. 6:9-10). Pohon itu ditebang oleh kematian, dan dilemparkan ke dalam api neraka, dan ini dilakukan karena

alasan yang baik, sebab mengapa pohon itu hidup di tanah dengan percuma? Untuk apa pohon itu harus diberi tempat di kebun anggur kalau tidak mendatangkan manfaat apa-

apa?
5. Bagaimana si pengurus kebun anggur menengahi dan menjadi pengantara bagi pohon ara itu. Kristus adalah Sang Pengantara agung. Ia hidup senantiasa untuk

menjadi Pengantara mereka. Hamba-hamba Tuhan adalah para pengantara; orang-orang yang mengurus kebun anggur harus menjadi pengantara bagi kebun anggur itu. Orang-orang

yang kita kabari Injil haruslah kita doakan, sebab kita harus memberi diri untuk firman Allah dan untuk berdoa.
Sekarang perhatikanlah:
(1) Apa yang diminta si pengurus kebun anggur itu. Yang dimintanya adalah penundaan waktu: "Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi." Ia tidak berkata,

"Tuan, pohon itu jangan ditebang," melainkan, "Tuan, jangan sekarang. Tuan, jangan usir pengurus kebun anggur, jangan halang-halangi embun yang menetes, dan jangan

cabut pohon itu."
Perhatikanlah:
[1] Pohon yang tidak berbuah memang sebaiknya diberi kesempatan selama beberapa waktu lagi untuk berbuah. Sebagian orang belum diberi anugerah untuk

bertobat, jadi mereka yang diberi kesempatan untuk bertobat berarti beroleh kemurahan, seperti yang pernah terjadi pada bumi di zaman dulu, dengan diberikannya waktu

selama seratus dua puluh tahun untuk berdamai dengan Allah.
[2] Kita berutang kepada Kristus, Sang Pengantara agung, sehingga pohon-pohon yang tidak berbuah tidak langsung ditebang. Seandainya bukan karena

pengantaraan-Nya, seluruh dunia pasti sudah dibabat habis karena dosa Adam. Tetapi Kristus berkata, "Tuan, biarkanlah dia," dan Dialah yang menopang segala sesuatu.
[3] Kita didorong untuk berdoa kepada Allah agar Ia berbelas kasihan untuk memberikan lebih banyak kesempatan lagi kepada pohon-pohon yang tidak

berbuah: "Tuan, biarkanlah mereka, biarkanlah mereka sedikit lebih lama lagi dalam masa ujian mereka. Bersabarlah dengan mereka sebentar lagi, dan bermurah hatilah

kepada mereka." Demikianlah kita harus menengahi suatu masalah untuk menghilangkan murka.
[4] Penundaan hukuman karena belas kasihan itu hanyalah untuk sementara. Biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, waktu yang singkat, tetapi cukup untuk

mencoba. Apabila Allah sudah lama bersabar, kita boleh saja berharap bahwa Dia akan bersabar sebentar lagi, tetapi kita tidak bisa berharap bahwa Ia akan selalu

bersabar.
[5] Penundaan waktu dapat diberikan melalui doa-doa orang lain bagi kita, tetapi tidak pengampunan. Kita sendirilah yang harus menunjukkan iman,

pertobatan, dan doa-doa, sebab kalau tidak, maka tidak akan ada pengampunan.
(2) Bagaimana ia berjanji untuk memanfaatkan kesempatan ini, jika itu diberikan: "Aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya."
Perhatikanlah:
[1] Secara umum, doa-doa kita harus selalu disertai dengan usaha. Pengurus kebun anggur itu tampaknya berkata, "Tuan, mungkin aku tidak melakukan apa

yang seharusnya kulakukan. Tetapi biarkanlah pohon itu untuk tahun ini, dan aku akan melakukan lebih daripada yang sudah kulakukan untuk membuat pohon itu berbuah."

Demikianlah, dalam semua doa kita, kita harus memohon anugerah Allah, sambil dengan rendah hati berketetapan untuk melakukan kewajiban kita, sebab kalau tidak, kita

hanya mengolok-olok Allah, dan menunjukkan bahwa kita tidak menghargai dengan benar semua belas kasihan yang kita minta.
[2] Secara khusus, ketika kita meminta kepada Allah anugerah untuk diri kita sendiri atau untuk orang lain, kita harus tekun menindaklanjuti doa-doa

kita dengan menggunakan sarana anugerah. Pengurus kebun anggur itu berjanji melakukan bagiannya, dan ini mengajarkan agar hamba-hamba Tuhan melakukan apa yang menjadi

bagian mereka. Ia akan mencangkul tanah di sekeliling pohon itu dan akan memberinya pupuk. Orang-orang Kristen yang tidak berbuah harus disentakkan dengan ancaman-

ancaman hukum, yang membuka tanah baru, dan setelah itu didorong dengan janji-janji Injil, yang menghangatkan dan menyuburkan, seperti pupuk bagi pohon. Kedua cara ini

harus dicoba, cara yang satu merupakan persiapan bagi cara yang lain, dan keduanya saling melengkapi.
(3) Sampai mana pengurus kebun anggur itu menempatkan permasalahannya: "Mari kita coba, mari kita coba lakukan sebisanya dengan pohon itu satu tahun lagi,

dan jika ia berbuah, itu baik (ay. 9). Mungkin saja, bahkan ada harapan, bahwa pohon itu akan berbuah." Dalam harapan ini, si pemilik kebun anggur akan bersabar

dengannya, dan si pengurus akan berusaha merawatnya, dan jika pohon itu berbuah seperti yang diharapkan, maka baik si pemilik maupun si pengurus akan senang bahwa

pohon itu tidak ditebang. Perkataan "itu baik" [yang ada dalam terjemahan KJV -- pen.] tidak ada dalam bahasa aslinya, tetapi ekspresinya menjadi terpotong: jika pohon

itu berbuah! -- di sini kita bisa menambahkan seruan sukacita apa saja untuk mengungkapkan betapa luar biasa gembiranya sang pemilik maupun pengurus kebun anggur itu.

Jika pohon itu berbuah, maka akan ada alasan untuk bersukacita, karena kita memiliki apa yang ingin kita miliki. Jadi, tepatlah untuk mengatakan: itu baik.

Perhatikanlah, orang-orang percaya yang tidak kunjung-kunjung berbuah, tetapi kemudian bertobat, memperbaiki kelakuan, dan berbuah, akan mendapati bahwa segala

sesuatunya baik. Allah akan senang, sebab Ia akan dipuji. Tangan hamba-hamba Tuhan akan dikuatkan, dan orang-orang yang bertobat itu akan menjadi sukacita bagi mereka

pada masa sekarang ini, dan akan menjadi mahkota bagi mereka tidak lama lagi. Tidak itu saja, bahkan akan ada sukacita di sorga untuk pertobatan ini. Tanah tidak akan

terbebani lagi, melainkan menjadi lebih subur, kebun anggur akan dibuat lebih indah, dan pohon-pohon yang baik di dalamnya akan dibuat menjadi lebih baik lagi. Keadaan

ini pun baik bagi pohon itu sendiri. Ia bukan hanya tidak ditebang, melainkan juga akan menerima berkat dari Allah (Ibr. 6:7). Pohon itu akan dibersihkan, dan akan

lebih banyak berbuah, sebab Bapalah pengusahanya (Yoh. 15:2), dan ia pada akhirnya akan dicangkokkan dari kebun anggur di bumi ke sorga di atas.
Tetapi, kemudian si pengurus kebun anggur itu juga menambahkan, "Jika tidak, tebanglah dia."
Perhatikanlah di sini:
[1] Bahwa, walaupun Allah panjang sabar, Ia tidak akan selalu bersabar dengan orang-orang percaya yang tidak berbuah. Kesabaran-Nya ada batasnya, dan

jika kesabaran itu dilecehkan, maka ini akan membuka jalan bagi murka yang tiada akhir. Pohon-pohon yang tidak berbuah pada akhirnya pasti akan ditebang, dan

dilemparkan ke dalam api.
[2] Semakin lama Allah menunggu, dan semakin besar harga yang harus Ia bayar untuk mereka, maka semakin besarlah kehancuran yang akan mereka alami.

Ditebang sesudah semuanya itu, sesudah segala pengharapan diharapkan darinya, segala perundingan dibuat untuknya, dan segala kepedulian ditujukan terhadapnya, memang

akan sangat menyedihkan, dan akan memperberat hukuman yang diterimanya.
[3] Menebang, walaupun harus dilakukan, adalah pekerjaan yang sebenarnya tidak disenangi Allah, karena, si pemilik itu menyuruh pengurus kebun anggur,

"Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" "Tidak," kata si pengurus itu kemudian, "jika itu pada akhirnya harus dilakukan, engkau

sendirilah yang harus menebangnya, aku tidak mau ikut campur tangan dalam hal ini."
[4] Orang-orang yang sekarang menjadi pengantara bagi pohon-pohon yang tidak berbuah dan bersusah payah mengurusnya, jika pohon itu tetap tidak

berbuah, malah akan merasa puas melihat pohon-pohon itu ditebang, dan tidak akan mengatakan apa-apa lagi untuk membelanya. Sahabat-sahabatnya akan menerima, bahkan

akan menyetujui dan menyambut dengan senang hati penghakiman Allah yang benar itu, pada hari penghakiman itu dinyatakan (Why. 15:3-4).




Label:   Lukas 13:1-9 
Label:   Lukas 13:1-9 



Daftar Label dari Kategori Khotbah Katolik 2016
Ayub 1:1-22(1)
Lukas 10:1-9(1)
Lukas 11:15-26(1)
Lukas 11:27-28(1)
Lukas 11:29-32(1)
Lukas 11:37-41(1)
Lukas 12:39-48(1)
Lukas 12:49-53(1)
Lukas 12:54-59(1)
Lukas 13:1-9(1)
Lukas 15:1-10(1)
Lukas 1:39-45(1)
Lukas 20:27-38(1)
Lukas 21:5-19(1)
Matius 11:2-11(1)
Matius 1:18-24(1)
Matius 24:37-44(1)
Matius 3:1-12(1)
Matius 5:1-12a(1)
Yohanes 1:1-18(2)
Yohanes 6:37-40(1)




Nama-Nama Bayi Katolik Terlengkap

Kalender Liturgi Katolik 2024 dan Saran Nyanyian

Kalender Liturgi Katolik Desember 2023 dan Saran Nyanyian


Orang Kudus Katolik Dirayakan Desember
Santo-Santa 12 Desember - Santa Yohanna Fransiska Fremio de Chantal (Janda), Santo Hoa (Pengaku Iman)

MAZMUR TANGGAPAN & BAIT PENGANTAR INJIL
- PASKAH
- KENAIKAN
- PENTAKOSTA
- BIASA




Arsip Khotbah Katolik 2016..


Jadwal Misa Gereja Seluruh Indonesia
1. Map/Peta Gereja Katolik di Jakarta
2. Map/Peta Gereja Katolik di Surabaya
3. Map/Peta Gereja Katolik di Makassar
4. Map/Peta Gereja Katolik di Bandung
5. Map/Peta Gereja Katolik di Medan
6. Map/Peta Gereja Katolik di Depok
Agustus - Hati Maria Yang Tidak Bernoda(3)
April - Sakramen Maha Kudus (6)
Bulan Katekese Liturgi(5)
Bulan November - Jiwa-jiwa Kudus di Api penyucian(4)
Bulan Oktober - Bulan Rosario(1)
Bulan Oktober - Bulan Rosario suci(4)
Desember - Bunda Maria yang dikandung tanpa noda(4)
Februari - Keluarga Kudus Yesus Maria Yosep(5)
Ibadah(1)
Januari - Bulan menghormati Nama Yesus(5)
Juli - Darah Mulia(2)
Juni - Hati Kudus Yesus(10)
Maret - Pesta St. Yosep(3)
Mei - Bulan Maria(8)
Penutup Bulan Rosario(1)
Peringatan Arwah(2)
Rabu Abu(1)
SEPTEMBER - TUJUH DUKA MARIA(7)