misa.lagu-gereja.com        
 
View : 12740 kali
Khotbah Katolik 2018
Minggu, 2 September 2018
(Markus 7:1-8,14-15, 21-23)

Khotbah Katolik Minggu, 2 September 2018 - Markus 7:1-8,14-15, 21-23 - BcO 1Tim. 5:3-25 - Hari Minggu Biasa XXII, Hari Minggu Kitab Suci Nasionalwarna liturgi Hijau

Minggu, 2 September 2018
Hari Minggu Biasa XXII,
Hari Minggu Kitab Suci Nasional
Ul 4:1-2,6-8; Mzm. 15:2-3a,3cd-4ab,5; Yak. 1:17-18,21b-22,27;
Markus 7:1-8,14-15, 21-23.
BcO 1Tim. 5:3-25.
warna liturgi Hijau

Markus 7:1-8,14-15, 21-23
Perintah Allah dan adat istiadat Yahudi
7:1 Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. 7:2 Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. 7:3 Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; 7:4 dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. 7:5 Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?" 7:6 Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 7:7 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. 7:8 Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia."

7:14 Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. 7:15 Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya."

7:21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 7:22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 7:23 Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."

Penjelasan:

* Mrk 7:1-23 - Adat Istiadat Nenek Moyang; Yang Tercemar Berasal dari Dalam

    Dalam pasal ini diceritakan tentang:

    I. Perdebatan Kristus dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengenai makan dengan tangan yang tidak dibasuh (ay. 1-13); dan perintah-perintah yang perlu Ia berikan kepada orang banyak dalam kesempatan itu, yang kemudian Ia jelaskan lebih lanjut kepada para murid-Nya (ay. 14-23).
    II. Penyembuhan yang diadakan Kristus terhadap seorang anak perempuan Kanaan yang kerasukan (ay. 24-30).
    III. Kesembuhan seorang yang tuli dan gagap (ay. 31-37).

Adat Istiadat Nenek Moyang; Yang Tercemar Berasal dari Dalam (7:1-23)

    Salah satu rancangan agung dari kedatangan Kristus adalah untuk mengesampingkan hukum seremonial yang sudah dibuat oleh Allah serta mengakhirinya. Untuk membuka jalan ke arah itu, Ia memulai dengan hukum seremonial yang telah dibuat oleh manusia, yang kemudian ditambahkan pada hukum yang dibuat oleh Allah, dan membebaskan murid-murid-Nya dari kewajiban menjalankan hukum itu. Kita bisa melihat Dia melakukan hal ini sepenuh-penuhnya ketika orang Farisi menuduh murid-murid-Nya melakukan pelanggaran terhadap hukum itu. Para ahli Taurat dan orang Farisi yang berdebat dengan-Nya itu disebutkan turun dari Yerusalem ke Galilea, sekitar 150 km jauhnya, untuk berdebat dengan Penyelamat kita di sana, yang dalam pandangan mereka merupakan tempat di mana Kristus sangat termasyhur dan banyak melakukan urusan-Nya. Seandainya mereka datang dari tempat yang begitu jauh dengan tujuan untuk diajar oleh-Nya, semangat dan kegigihan mereka itu patut dipuji; tetapi jika datang dari jauh-jauh hanya untuk melawan-Nya dan memeriksa perkembangan pengajaran Injil-Nya, itu merupakan suatu perbuatan yang sangat jahat. Tampaknya para ahli Taurat dan orang Farisi di Yerusalem bukan hanya menunjukkan bahwa kedudukan mereka lebih tinggi daripada para rabi di daerah, tetapi juga bahwa mereka mempunyai wewenang atas rabi tersebut, dan oleh sebab itu mereka biasa melakukan kunjungan dan mengirim para inkuisitor (pemeriksa keabsahan suatu ajaran agama), seperti yang mereka lakukan terhadap Yohanes Pembaptis sewaktu dia muncul di hadapan publik (Yoh. 1:19).
    Dalam perikop ini diceritakan tentang:

    I. Adat istiadat nenek moyang yang dipersoalkan, yaitu yang memerintahkan orang untuk membasuh tangan mereka sebelum makan. Ini merupakan suatu adat kebiasan yang menyangkut masalah kebersihan dan pada dirinya sendiri tidak berbahaya, tetapi jika diperlakukan dengan terlalu berlebihan, maka orang hanya akan memerhatikan masalah tubuh, yang cuma diciptakan dari tanah. Orang-orang memperlakukan adat ini sebagai suatu upacara agama, bukan sesuatu yang sifatnya biasa-biasa saja, di mana setiap orang bebas memilih untuk melakukannya atau tidak. Mereka menggunakan wewenang mereka untuk memerintahkan agar semua orang harus melakukannya; kalau tidak, mereka diancam akan dikucilkan dari masyarakat, dan peraturan ini dijaga oleh orang Farisi sebagai sebuah adat istiadat nenek moyang. Sebagaimana ada gereja yang mengklaim bahwa mereka mempunyai keaslian gereja mula-mula beserta segala ketetapannya padahal hal yang sering dilakukan adalah mencari kekuasaan mereka sendiri, seperti itulah orang-orang Farisi ini.

    Di sini kita bisa melihat penjelasan mengenai praktik orang-orang Farisi dan orang-orang Yahudi lainnya (ay. 3-4).

        . Mereka sering membasuh tangan; mereka membasuh tangan mereka, pygmē. Para kritikus memberikan banyak arti mengenai kata ini, sebagian mengartikannya sebagai menunjukkan banyaknya pembasuhan (seperti terjemahan kita), sebagian lagi menduga kata tersebut menandakan segala upaya yang dilakukan orang Yahudi dalam membasuh tangan mereka. Mereka membasuhnya dengan hati-hati, mereka membasuh sampai ke pergelangan tangan, mereka mengangkat tangan mereka ketika tangan itu masih basah supaya airnya dapat mengalir sampai ke siku.
        . Mereka membasuh tangan khususnya sebelum makan roti, artinya sebelum mereka duduk makan dengan khidmat. Karena memang begitulah peraturannya, mereka harus membasuh tangan sebelum memakan roti yang ke atasnya mereka mintakan berkat. "Barangsiapa memakan roti yang ke atasnya dia mengucapkan berkat 'Terpujilah Dia yang menciptakan roti' maka ia harus membasuh tangan sebelum dan sesudah memakannya," kalau tidak, orang itu dipandang najis.
        . Ketika orang Yahudi kembali dari pasar, mereka sangat memastikan untuk membasuh tangan mereka, atau ketika datang dari tempat penghakiman menurut sebagian orang. Tempat ini melambangkan tempat apa saja yang di dalamnya segala macam orang datang berkumpul, dan bisa diduga di situ juga terdapat orang kafir atau orang Yahudi yang dianggap najis menurut hukum Taurat. Mereka menganggap bahwa mereka akan menjadi najis kalau mendekati orang-orang semacam ini. Mereka berkata, Menjauhlah, jangan mendekatiku, aku lebih kudus daripadamu (Yes. 65:5, KJV). Mereka berkata, menurut peraturan para rabi, jika hal yang pertama-tama mereka lakukan di pagi hari adalah membasuh tangan dengan benar, maka itu sudah cukup untuk menjaga kekudusan mereka untuk seluruh hari itu, asalkan mereka tetap sendirian. Akan tetapi, jika mereka pergi menemui orang lain, maka pada saat kembali mereka tidak boleh makan ataupun berdoa sebelum membasuh tangan. Oleh sebab itu, para tetua sangat dikenal sebagai orang yang bersih dan kudus, dan dengan demikian mereka merasa berhak untuk mengawasi hati nurani orang lain.
        . Dalam adat ini mereka juga melakukan kegiatan membasuh cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga, yang mereka curigai telah digunakan oleh orang kafir atau orang najis, dan bahkan meja yang mereka gunakan untuk makan. Memang menurut hukum Musa, ada banyak kasus yang menuntut dilakukannya pembasuhan, tetapi mereka menambahkan lagi hal-hal lain ke dalam hukum itu dan memaksa agar orang melaksanakannya seperti melakukan perintah Allah.
    II. Apa yang dipraktikkan oleh murid-murid Kristus; mereka tahu hukum itu dan bagaimana orang biasa melakukannya. Akan tetapi, mereka sudah mengerti keadaan diri mereka sendiri dengan begitu baik sehingga mereka tidak ingin terikat oleh hukum itu, mereka makan roti dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh (ay. 2). Makan dengan tangan yang tidak dibasuh disebut orang Farisi dengan makan dengan tangan najis. Begitulah kebiasaan manusia dalam memelihara hal-hal yang sia-sia melalui kepercayaan takhayul dengan memberikan nama yang jahat kepada segala hal yang berlawanan dengan kepercayaan mereka itu. Para murid (mungkin) mengetahui bahwa orang-orang Farisi mengawasi mereka, tetapi mereka tidak mau berusaha menyenangkan hati orang-orang Farisi itu dengan mematuhi adat-istiadat mereka, melainkan bersikap bebas seperti yang biasa mereka lakukan, dan makan roti dengan tangan yang tidak dibasuh. Dalam hal inilah hidup keagamaan murid-murid itu, seberapa pun kurang kelihatannya, sesungguhnya lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Mat. 5:20).
    III. Tuduhan orang Farisi atas pelanggaran terhadap adat-istiadat ini.

    Menurut mereka, itu salah (ay. 2); mereka menegur murid-murid itu sebagai orang yang tidak saleh dan yang kurang ajar, atau lebih tepat lagi, sebagai orang yang tidak mau tunduk kepada kekuasaan gereja, kepada perintah untuk mengadakan ritus dan upacara keagamaan, dan oleh sebab itu merupakan pemberontak, suka memihak, dan pemecah-belah. Orang-orang Farisi menyampaikan keluhan mereka kepada Tuan dari murid-murid itu, dengan berharap bahwa Dia akan menegur murid-murid-Nya dan menyuruh mereka untuk menuruti kebiasaan mereka. Begitulah, orang yang senang dengan temuan-temuan dan peraturan-peraturan mereka sendiri umumnya suka memohon, menggunakan nama Kristus, seolah-olah Dia harus setuju dengan mereka dan mengenakan wewenang-Nya itu untuk meneguhkan temuan dan peraturan mereka itu serta menegur orang-orang yang tidak mematuhinya. Mereka tidak bertanya, "Mengapa murid-murid-Mu tidak melakukan apa yang kami lakukan?" (Walaupun itu yang mereka maksudkan, karena mereka begitu ingin membuat diri mereka menjadi patokan.) Sebaliknya, yang mereka tanyakan adalah "Mengapa mereka tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita?" (ay. 5). Pertanyaan ini mudah dijawab, yaitu bahwa dengan menerima ajaran Kristus, murid-murid lebih berakal budi daripada semua pengajar mereka, ya, lebih daripada orang-orang tua (Mzm. 119:99-100).

    IV. Pembenaran Kristus terhadap murid-murid-Nya, yakni:
        . Dia berdebat dengan orang Farisi mengenai siapa yang berwenang dalam menetapkan upacara adat ini, dan merekalah orang yang paling cocok untuk diajak berbicara mengenai hal tersebut, karena mereka sangat ketat dan giat melakukannya. Akan tetapi, hal ini tidak dibicarakan-Nya di depan umum (seperti yang tampak dari ayat Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka, ay. 14); kalau tidak, Dia bisa terlihat seperti menghasut orang banyak untuk memecah-belah dan untuk merasa tidak puas terhadap pemimpin-pemimpin mereka. Sebaliknya, Ia mengatakannya sebagai teguran terhadap orang-orang yang bersangkutan, karena aturannya adalah Suum cuique -- Biarlah setiap orang mendapatkan apa yang menjadi bagiannya.
            (1) Dia menegur orang-orang Farisi karena kemunafikan mereka dalam berpura-pura memuliakan Allah, padahal sebenarnya mereka tidak mempunyai niat seperti itu dalam menjalankan ibadah mereka (ay. 6-7), Mereka memuliakan Aku dengan bibirnya, mereka pikir mereka menetapkan adat istiadat itu untuk kemuliaan Allah, untuk membedakan mereka dari orang kafir, tetapi sesungguhnya hati mereka jauh dari Allah dan hanya dikuasai oleh ambisi dan kedengkian. Dengan keharusan adat istiadat ini mereka menyangka orang lain melihat mereka sebagai orang-orang yang hidup kudus bagi Tuhan Allah, padahal sama sekali tidak ada hal yang demikian dalam pikiran mereka. Mereka bersandar pada hal-hal luar saja dalam melakukan ibadah mereka, dalam melakukannya hati mereka tidak benar di hadapan Allah, dan ini merupakan penyembahan yang sia-sia kepada Allah, karena Allah tidak senang dengan ibadah palsu seperti ini, dan mereka juga tidak bisa mendapatkan keuntungan apa-apa darinya.
            (2) Kristus menegur mereka karena mereka memasukkan pengaruh agama ke dalam temuan-temuan dan perintah-perintah dari para tetua dan pemimpin mereka; Mereka mengajarkan adat istiadat nenek moyang sebagai ajaran-ajaran agama. Ketika mereka seharusnya menekankan prinsip-prinsip yang agung dari agama kepada orang banyak, mereka malah menjalankan ketetapan-ketetapan dari sinagoge dan menghakimi orang apakah mereka Yahudi atau bukan berdasarkan apakah mereka melakukan semua ketetapan itu atau tidak, dan bukannya mempertimbangkan apakah orang hidup menurut perintah Allah atau tidak. Memang benar bahwa ada pelbagai macam pembasuhan yang diperintahkan oleh hukum Musa (Ibr. 9:10) yang dimaksudkan untuk melambangkan penyucian hati terhadap hawa nafsu duniawi, yang dikehendaki oleh Allah sebagai syarat mutlak untuk bisa bersekutu dengan-Nya. Akan tetapi, bukannya menunjukkan tujuan inti dari pembasuhan itu, mereka malah dengan lancang menambahkan hal lain ke dalam upacara ini, dan dengan giat mencuci kendi dan cawan; dan perhatikanlah, Kristus meneruskan dengan ucapan ini, "Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan" (ay. 13). Perhatikanlah, takhayul itu merupakan suatu hal yang tidak ada habis-habisnya. Jika satu temuan dan peraturan manusia diakui, walaupun tampaknya tidak ada cacat celanya, seperti pembasuhan tangan ini, maka lihatlah, sekumpulan aturan lainnya datang, pintu terbuka bagi banyak hal lain seperti itu.
            (3) Kristus menegur mereka karena mereka mengesampingkan perintah Allah dan tidak memedulikannya dan tidak menegaskannya dalam pengajaran. Dalam ketaatan itu, mereka tidak mau tahu kalau mereka sudah melanggarnya, seolah perintah Allah itu sudah tidak berlaku lagi (ay. 8). Perhatikanlah, sifat jahat dari pemaksaan suatu aturan adalah bahwa orang yang bergairah melakukannya sering kali mempunyai sedikit semangat saja untuk menjalankan kewajiban-kewajiban agama yang mendasar dan penting, dan bisa mengesampingkannya begitu saja. Sungguh, mereka menolak perintah Allah (ay. 9). Kristus membatalkan dan menghapuskan perintah Allah dengan adil dan benar, tetapi dengan adat istiadatnya orang Farisi membuat firman Allah tidak berlaku lagi (ay. 13). Hukum-hukum Allah bukan hanya akan dibiarkan terlupakan, seperti hukum-hukum yang sudah usang, tetapi juga, sebagai akibatnya, akan dibatalkan pemberlakuannya supaya adat istiadat mereka bisa menggantikannya. Mereka diberi kepercayaan untuk menjelaskan hukum Taurat, dan untuk meneguhkan pelaksanaannya, tetapi dengan memanfaatkan kuasa itu, mereka melanggar hukum tersebut dan melonggarkan ikatan-ikatannya. Mereka menghancurkan teks dengan komentar terhadap teks itu.

            Kristus memberikan satu contoh khusus mengenai tingkah laku orang Farisi ini, yang benar-benar mengena dengan keadaan mereka, bahwa Allah memerintahkan anak-anak agar menghormati orangtua mereka, bukan hanya melalui hukum Musa, tetapi sebelum itu, melalui hukum alam, dan siapa yang mengutuki atau berbicara jahat mengenai ayah atau ibunya harus mati (ay. 10). Dari sini mudah disimpulkan bahwa merupakan kewajiban anak-anak, jika orangtua mereka miskin, untuk meringankan beban orangtua mereka sesuai dengan kemampuan mereka; dan jika mengutuki orangtua saja sudah patut dihukum mati, apalagi kalau sampai membuat mereka mati kelaparan. Akan tetapi, jika seseorang mau melakukan kewajiban ini tetapi tidak bisa karena dia harus mengikuti adat istiadat nenek moyang, maka ada suatu sarana lain yang disediakan para tetua adat untuk membebaskan orang tersebut dari kewajibannya itu (ay. 11). Jika orangtua dari orang itu sedang membutuhkan sesuatu dan orang itu mempunyai sesuatu untuk menolong mereka tetapi tidak berniat untuk melakukannya, maka dia boleh bersumpah atas nama korban, yaitu emas di bait Allah, dan persembahan di atas altar, bahwa orangtuanya tidak akan mendapatkan suatu barang darinya, dan bahwa dia tidak akan meringankan beban mereka, dan bila orangtuanya meminta sesuatu darinya, dia bisa memberitahukan kepada mereka mengenai sumpahnya ini, dan itu sudah cukup. Jadi, seolah-olah dengan kewajiban sumpah yang keji ini orang itu telah melepaskan dirinya dari kewajiban menjalankan hukum suci Allah, demikianlah yang dimengerti oleh Dr. Hammond. Dikatakan menurut hukum para rabi pada zaman kuno, sumpah bisa diucapkan untuk hal-hal yang diperintahkan oleh hukum Taurat dan juga untuk hal-hal yang tidak berkaitan. Jika seseorang mengucapkan sumpah yang tidak bisa disahkan tanpa melanggar suatu perintah hukum Taurat, maka sumpah itu harus disahkan, dan perintahnya boleh dilanggar; begitulah pendapat Dr. Whitby. Ajaran seperti ini diajarkan pula oleh kelompok tertentu, yaitu dengan melepaskan anak-anak dari segala kewajiban kepada orangtua mereka melalui sumpah hidup membiara dan mengabdikan diri untuk kepentingan agama, begitulah mereka menyebutnya. Dan Kristus menyimpulkan, "Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan." Sampai kapankah manusia akan berhenti melakukannya kalau mereka sudah membuat firman Allah tunduk kepada adat istiadat mereka? Orang-orang yang gigih memaksakan upacara-upacara adat ini pertama-tama bermaksud menjelaskan perintah-perintah Allah dengan membandingkannya dengan adat istiadat mereka, tetapi perintah-perintah Allah tersebut akan mereka singkirkan bila bersaing dengan adat istiadat mereka. Semuanya ini sebenarnya sudah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya, karena apa yang dia katakan mengenai orang-orang munafik pada masanya itu juga berlaku bagi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (ay. 6). Perhatikanlah, apabila kita melihat dan mengeluh mengenai kejahatan masa sekarang dan berkata bahwa zaman dulu lebih baik daripada zaman sekarang (Pkh. 7:10), maka itu artinya kita tidak mengkaji masalah itu dengan bijak. Orang-orang munafik dan penjahat-penjahat besar sudah ada dari zaman dulu.

        . Kristus mengajar orang banyak mengenai alasan-alasan mengapa upacara pembasuhan ini diadakan. Pengajaran-Nya mengenai masalah ini wajib diberitahukan kepada khalayak ramai, karena berhubungan dengan kegiatan orang banyak sehari-hari dan dirancang untuk meluruskan kesalahan besar yang dilakukan mereka akibat dijerumuskan para tetua adat. Oleh sebab itu Kristus memanggil lagi orang banyak (ay. 14) dan menyuruh mereka agar mendengar dan mengerti. Perhatikanlah, tidaklah cukup bagi khalayak awam untuk hanya mendengar, tetapi mereka juga harus mengerti apa yang mereka dengar. Ketika mencela adat istiadat orang Farisi mengenai membasuh tangan sebelum makan itu, Kristus langsung menyerang pikiran yang menjadi akar persoalan dari semuanya itu. Perhatikanlah, cara terbaik untuk membetulkan kebiasaan yang rusak adalah dengan meluruskan gagasan-gagasan yang rusak.

        Yang berusaha Ia luruskan adalah apa sebenarnya yang disebut dengan najis itu, yang bisa membuat kita menjadi tercemar (ay. 15).

            (1) Bukan karena makanan yang kita makan, biarpun dimakan dengan tangan yang tidak dibasuh, karena makanan ini hanyalah berasal dari luar dan terus keluar melalui tubuh manusia. Melainkan,
            (2) Oleh karena kejahatan yang keluar dari dalam hati kita, pikiran dan hati nurani kita buat menjadi kotor, kita melakukan kesalahan. Akibatnya, kita menjadi jijik di mata Allah oleh karena semua hal yang keluar dari kita ini. Pikiran dan perasaan, serta perkataan dan perbuatan kita yang jahat, semua itulah yang menajiskan kita, dan tidak ada lain lagi. Oleh sebab itu, yang harus kita pedulikan adalah membasuh hati kita dari segala kejahatan.
        . Kristus secara pribadi memberikan penjelasan kepada para murid-Nya mengenai petunjuk-petunjuk yang Ia berikan kepada orang banyak. Para murid itu bertanya kepada-Nya, ketika mereka sendirian saja dengan-Nya, tentang arti perumpamaan itu (ay. 17);

* Mrk 7:14
Di dalam ayat 14-16 Tuhan kembali membahas pokok kenajisan dan pentahiran, tetapi sekarang Dia tidak hanya berbicara kepada orang Farisi dan ahli Taurat, melainkan kepada orang banyak yang dipanggil lagi oleh-Nya. Setelah itu Kristus membahas masalah tersebut dengan murid-murid-Nya (7:17-23).

* Mrk 7:15 - Apa pun dari luar -
Apa pun dari luar - maksudnya, segala sesuatu yang lahiriah - tidak dapat menajiskan seseorang secara moral atau secara rohani. Sesuai dengan pokok yang dibahas (ay. 2), maka :dengan tangan yang tidak dicuci tidak mungkin mengakibatkan kenajisan secara rohani. Kenajisan semacam itu sumbernya batiniah. Seseorang najis karena berbagai pikiran yang berasal dari dalam hati dan keluar dalam bentuk kata-kata atau tindakan. Di sini Yesus menjelaskan makna rohani dari hukum Musa tentang najis dan tahir (Im. 11). Salah satu alasan mengapa penjelasan tersebut diberikan ialah untuk mengajarkan kebenaran tentang kenajisan rohani ini juga, namun para pemimpin rohani Yahudi tidak pernah memahami hal-hal selain yang lahiriah saja.

*  Jadi, yang keluar dari hati, hati yang jahat, itulah yang menajiskan kita. Seperti menurut hukum seremonial, hampir apa pun yang keluar dari diri seseorang, menajiskannya (Im. 15:2, Ul. 23:13); demikian halnya, apa yang keluar dari pikiran seseorang itulah yang menajiskan-Nya di hadapan Allah dan yang membutuhkan pembasuhan rohani (ay. 21); Dari sebelah dalam, yaitu dari dalam hati seseorang, yang kebaikannya selalu dibangga-banggakan dan dianggap yang terbaik, dari situlah hal yang menajiskan terjadi, dari situlah berasal segala yang jahat. Seperti halnya mata air yang kotor mengalirkan air yang kotor, begitu pula hati yang jahat mengeluarkan pikiran yang jahat, keinginan dan nafsu yang jahat, dan segala perkataan dan perbuatan yang jahat. Ada beberapa hal najis yang secara khusus disebutkan di sini, seperti dalam Matius. Ada satu hal yang terdapat dalam Injil Matius tetapi tidak dalam Injil Markus ini, yaitu mengenai hal bersaksi dusta, tetapi ada tujuh lainnya yang disebutkan di sini, yang bisa ditambahkan selain yang ada dalam Matius.
                    Pertama, keserakahan, kata ini berbentuk jamak, pleonexiai -- keinginan-keinginan yang berlebihan akan kekayaan dunia dan pemuasan hawa nafsu, yang terus meminta lagi dan lagi, terus merajuk, "Berikan, berikan!" Mengenai hal ini kita membaca tentang hati yang telah terlatih dalam keserakahan (2Ptr. 2:14).
                    Kedua, kejahatan -- ponēriai; kedengkian, kebencian, dan niat jahat, keinginan untuk berbuat jahat, serta kesenangan akan kejahatan yang dilakukan.
                    Ketiga, kelicikan, yaitu kejahatan yang ditutupi dan diselubungi supaya dapat dilakukan dengan aman dan berhasil.
                    Keempat, hawa nafsu, yaitu kekotoran dan perkataan bodoh yang dikutuk oleh rasul, mata yang penuh dengan perzinahan dan segala macam perbuatan asusila.
                    Kelima, iri hati, yaitu hati yang penuh dengan kedengkian dan perasaan mendendam kepada orang lain atas barang-barang yang kita berikan kepada mereka atau hal-hal yang kita perbuat bagi mereka (Ams. 23:7), atau berduka atas kebaikan yang mereka lakukan atau nikmati.
                    Keenam, kesombongan -- hyperēphania, yaitu dengan sombong meninggikan diri sendiri melebihi orang lain, dan memandang orang lain rendah dan hina.
                    Ketujuh, kebebalan -- aphrosynē, kecerobohan, kegegabahan. Sebagian orang mengartikan kata ini sebagai bualan yang amat sombong, yang disebut Paulus dengan kebodohan (2Kor. 11:1, 19), karena kata tersebut berkaitan dengan kesombongan. Saya lebih mengartikannya sebagai kecerobohan dalam berbicara dan bertindak, yang merupakan penyebab dari begitu banyak kejahatan.

                    Pikiran jahat disebutkan pertama, karena merupakan sumber dari segala perbuatan kita, sedangkan pendek akal atau kebebalan disebutkan terakhir, karena merupakan sumber dari segala kelalaian kita.
                Dari semuanya ini Kristus menyimpulkan (ay. 23):

                    . Bahwa semuanya itu keluar dari dalam, dari sifat yang rusak, pikiran duniawi, perbendaharaan yang jahat di dalam hati. Jadi, benarlah apa yang dikatakan dengan bagian dalam itu adalah bagian yang sangat jahat. Ini pasti benar begitu, karena semua hal jahat ini keluar dari dalam.
                    . Bahwa hal-hal tersebut menajiskan orang; semuanya itu membuat orang tidak layak bersekutu dengan Allah, menodai hati nurani dan, jika tidak dihancurkan dan dicabut sampai ke akar-akarnya, akan membuat orang tidak bisa memasuki Yerusalem baru, yang ke dalamnya tidak ada sesuatu yang najis yang boleh masuk.

Label:   Markus 7:1-8,14-15, 21-23 



Daftar Label dari Kategori Khotbah Katolik 2018
Lukas 12:8-12(1)
Lukas 13:1-9(1)
Lukas 18:1-8(1)
Lukas 1:57-66(1)
Lukas 21:25-28(1)
Lukas 21:34-36(1)
Lukas 2:41-51(1)
Lukas 8:4-15(1)
Markus 10:13-16(1)
Markus 10:35-45(1)
Markus 10:46-52(1)
Markus 11:27-33(1)
Markus 12:28-34(1)
Markus 14:12-16(1)
Markus 3:20-35(1)
Markus 4:26-34(1)
Markus 5:21-43(1)
Markus 6:1-6(1)
Markus 6:30-34(1)
Markus 7:1-8,14-15, 21-23(1)
Markus 7:31-37(1)
Markus 8:27-35(1)
Markus 9:30-37(1)
Matius 12:14-21(1)
Matius 23:1-12(1)
Matius 28:16-20(1)
Matius 9:14-17(1)
Yohanes 17:11b-19(1)
Yohanes 19:25-27(1)
Yohanes 1:47-51(1)
Yohanes 6:60-69(1)




Nama-Nama Bayi Katolik Terlengkap

Kalender Liturgi Katolik 2024 dan Saran Nyanyian

Kalender Liturgi Katolik Desember 2023 dan Saran Nyanyian


Orang Kudus Katolik Dirayakan Desember
Santo-Santa 12 Desember - Santa Yohanna Fransiska Fremio de Chantal (Janda), Santo Hoa (Pengaku Iman)

MAZMUR TANGGAPAN & BAIT PENGANTAR INJIL
- PASKAH
- KENAIKAN
- PENTAKOSTA
- BIASA



NEXT:
Khotbah Katolik Sabtu, 8 September 2018 - Matius 1:1-16,18-23 (Matius 1:18-23). BcO Kej. 3:9-20 atau Sir. 24:2-12,16-22 warna liturgi Putih - Pesta Kelahiran Santa Perawan

PREV:
Khotbah Katolik Sabtu, 1 September 2018 - Matius 25:14-30 - BcO 1Tim. 4:1-5:2 - Maria Magdalena Redi, Yohana dari Firenzewarna liturgi Hijau


All Garis Besar





Arsip Khotbah Katolik 2018..


Jadwal Misa Gereja Seluruh Indonesia
1. Map/Peta Gereja Katolik di Jakarta
2. Map/Peta Gereja Katolik di Surabaya
3. Map/Peta Gereja Katolik di Makassar
4. Map/Peta Gereja Katolik di Bandung
5. Map/Peta Gereja Katolik di Medan
6. Map/Peta Gereja Katolik di Depok
Agustus - Hati Maria Yang Tidak Bernoda(3)
April - Sakramen Maha Kudus (6)
Bulan Katekese Liturgi(5)
Bulan November - Jiwa-jiwa Kudus di Api penyucian(4)
Bulan Oktober - Bulan Rosario(1)
Bulan Oktober - Bulan Rosario suci(4)
Desember - Bunda Maria yang dikandung tanpa noda(4)
Februari - Keluarga Kudus Yesus Maria Yosep(5)
Ibadah(1)
Januari - Bulan menghormati Nama Yesus(5)
Juli - Darah Mulia(2)
Juni - Hati Kudus Yesus(10)
Maret - Pesta St. Yosep(3)
Mei - Bulan Maria(8)
Penutup Bulan Rosario(1)
Peringatan Arwah(2)
Rabu Abu(1)
SEPTEMBER - TUJUH DUKA MARIA(7)