misa.lagu-gereja.com        
 
View : 6636 kali
Materi Khotbah Katolik 2019
Sabtu, 30 Maret 2019
(Lukas 18:9-14)

Sabtu, 30 Maret 2019 - Perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai - Lukas 18:9-14 - BcO Ibr. 6:9-20 - Hari biasa Pekan III Prapaskah - warna liturgi Ungu

Sabtu, 30 Maret 2019   
Hari biasa Pekan III Prapaskah
Hos. 6:1-6; Mzm. 51:3-4,18-19,20-21ab;
Lukas 18:9-14
BcO Ibr. 6:9-20.
warna liturgi Ungu

Lukas 18:9-14
Perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai
18:9 Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: 18:10 "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. 18:11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; 18:12 aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. 18:13 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. 18:14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Penjelasan:

* Luk 18:9 - Yesus mengatakan perumpamaan ini
Yesus mengatakan perumpamaan ini. Perumpamaan kedua dalam pasal ini mungkin tidak diceritakan pada peristiwa yang sama dengan perumpamaan yang pertama. Andaikan diceritakan pada peristiwa yang sama pastilah perumpamaan kedua ini memiliki hubungan khusus dengan datangnya Kerajaan Allah. Kehidupan masa depan meliputi seluruh pasal ini (18:16, 24, 30).

* Luk 18:10 - Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa: yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai
Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa: yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Yesus memakai objek yang kontras ini untuk menggambarkan perbedaan di antara penyembahan yang palsu dan pertobatan yang sejati.

* Luk 18:11 - Orang Farisi itu berdiri dan berdoa // Dalam hatinya // Aku tidak sama seperti semua orang lain
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa. Berdiri merupakan sikap tubuh yang umum untuk berdoa (Mat. 6:5; Mrk. 11:25). Tetapi di dalam kasus orang Farisi ini, berdiri mungkin berarti bahwa dia berusaha untuk dilihat orang. Dalam hatinya lebih berarti sikapnya dan bukan pikirannya. Dia sedang berdoa kepada dirinya sendiri, atau untuk dirinya sendiri, dan bukan berdoa sendiri. Aku tidak sama seperti semua orang lain. Tidak diragukan bahwa perilakunya memang sebaik yang ia katakan itu. Persoalannya bukan terletak pada tindakannya, melainkan pada sikapnya yang menganggap diri benar.

* Luk 18:12 - Aku berpuasa dua kali seminggu
Aku berpuasa dua kali seminggu. Berpuasa merupakan bagian dari ritual orang Yahudi, tetapi tidak disebutkan bahwa seseorang harus berpuasa dua kali dalam seminggu. Orang Farisi ini melampaui persyaratan Hukum Taurat.

* Luk 18:13 - Berdiri jauh-jauh // Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini // Orang berdosa ini
Berdiri jauh-jauh. Orang Farisi tersebut berdiri di tengah-tengah halaman Bait Suci supaya ia dapat dilihat: pemungut cukai menyelinap ke salah satu pojok. Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini. Kata kerja "mendamaikan" (Yunani: hidasthēti), dipakai dalam Ibrani 2:17. Artinya ialah mempersembahkan kurban yang merupakan dasar yang memadai untuk mengampuni kesalahan orang yang bersalah tersebut. Si pemungut cukai tidak mengemukakan perbuatan-perbuatan baiknya, tetapi kurban yang dipersembahkan. Orang berdosa ini. Kata penunjuk dipergunakan untuk menunjukkan bahwa si pemungut cukai hanya memikirkan dosa-dosanya sendiri. Dalam pandangannya dialah orang yang paling berdosa.

* Luk 18:14 - Yang dibenarkan
Yang dibenarkan. Ini adalah satu-satunya ayat di dalam Injil Lukas di mana istilah ini memiliki makna teologis. Lukas mungkin menggali konsep ini dari teologi Paulus (Kis. 13:39; Rm. 3:23-26) yang cukup ia kenal. Arti istilah itu ialah memperhitungkan sebagai benar dan bukan sudah benar. Sebab mengandalkan kurban yang dipersembahkan dan pengakuan dosanya, si pemungut cukai diterima sebagai benar di hadapan Allah.

* Orang Farisi dan Pemungut Cukai (18:9-14)
    Makna dari perumpamaan ini juga telah dipaparkan di depan. Kita diberi tahu siapa yang akan diangkat ke dalam tingkat tertentu dan siapa yang akan dibuatkan perhitungan (ay. 9). Kristus menggunakannya untuk mengecam mereka yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain.
    Yang dimaksud di sini adalah mereka yang:

        . Memandang tinggi diri mereka dan kebaikan mereka sendiri.
        Mereka yang menganggap diri mereka paling suci, dan lebih suci dari semua sesama mereka, dan dengan begitu memandang diri sendiri sebagai teladan bagi semua orang. Bukan itu saja,

        . Mereka memiliki keyakinan tinggi akan diri mereka di hadapan Allah dan tidak hanya memandang tinggi diri sendiri sebagai orang benar, namun juga sangat mengharapkan imbalan atas kebenaran mereka itu ketika berseru kepada Allah: Mereka menganggap dirinya benar, dan karena itu mereka berpikir bahwa mereka telah membuat Allah berutang kepada mereka dan dapat menuntut apa saja dari-Nya.
        . Mereka merendahkan orang lain dan memandang mereka dengan hina, tidak ada harganya dibandingkan dengan mereka. Nah, Kristus melalui perumpamaan ini ingin menunjukkan kebodohan mereka dan bagaimana mereka telah menutup pintu perkenan Allah bagi diri mereka. Ini disebut suatu perumpamaan, walaupun tidak ada hubungan perbandingan apa pun di dalamnya. Walaupun begitu, perumpamaan ini lebih merupakan suatu penggambaran mengenai tabiat dan perkataan yang berbeda dari orang-orang yang dengan angkuh membenarkan diri mereka sendiri dengan mereka yang dengan rendah hati mengutuk diri mereka sendiri, dan bagaimana kedudukan mereka di hadapan Allah. Hal ini menggambarkan kenyataan hidup sehari-hari.
    I. Di sini digambarkan dua orang yang melakukan kewajiban mereka untuk berdoa pada waktu dan tempat yang sama (ay. 10): Dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Saat itu bukan waktu bagi ibadah bersama, tetapi mereka ke sana untuk melakukan ibadah pribadi, sebagaimana yang umum dilakukan orang-orang yang saleh pada masa itu. Ketika itu, Bait Allah bukan hanya sekadar tempat, namun juga alat perantara dalam penyembahan dan Allah telah berjanji, sebagai jawaban atas permohonan Salomo, bahwa apapun doa yang disampaikan dengan cara yang benar di dalam atau menghadap ke rumah tersebut, maka doa itu akan lebih diterima. Kristus adalah Bait Allah kita sehingga kita harus mengarahkan mata kita kepada-Nya pada segala waktu ketika kita datang kepada Allah. Orang Farisi dan pemungut cukai itu sama-sama pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Perhatikanlah, di antara para penyembah Allah, yaitu di antara gereja yang kelihatan (visible church), orang-orang yang adil benar dan orang-orang fasik bercampur baur, ada sebagian yang berkenan kepada-Nya dan ada sebagian lain yang tidak. Beginilah halnya sejak Kain dan Habel memberikan korban persembahan mereka di atas altar yang sama. Orang Farisi yang angkuh seperti biasanya selalu merasa dirinya tinggi saat berdoa, dan begitu juga dengan pemungut cukai yang rendah diri seperti biasanya selalu menganggap dirinya tidak layak mendapat keuntungan dari berdoa. Akan tetapi, kita memiliki dasar untuk berpikir bahwa kedua orang ini datang ke Bait Allah dengan tujuan yang berbeda.
        . Orang Farisi pergi ke Bait Allah untuk berdoa karena tempat itu adalah tempat umum, lebih umum dibandingkan dengan sudut-sudut jalan, sehingga ia akan menarik banyak perhatian orang, yang akan memuji ibadahnya, yang mungkin dilebih-lebihkannya. Tabiat yang Kristus sematkan kepada kaum Farisi, bahwa semua yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang, memberikan dasar kepada kita untuk membenarkan kecurigaan ini. Perhatikanlah, orang-orang munafik biasa melakukan ibadah-ibadah lahiriah hanya supaya dipuji. Banyak orang yang kita temui setiap hari di Bait Allah, bisa jadi, tidak akan kita temui ada di sebelah kanan Kristus pada hari penghakiman.
        . Pemungut cukai pergi ke Bait Allah karena tempat tersebut ditetapkan sebagai rumah doa bagi segala bangsa (Yes. 56:7). Orang Farisi pergi ke Bait Allah untuk mencari pujian, sedangkan pemungut cukai pergi karena ia memiliki urusan tertentu. Orang Farisi pergi untuk pamer, sedangkan pemungut cukai pergi untuk menaikkan permohonannya. Demikianlah, Allah melihat dengan kecenderungan dan maksud apa kita datang untuk menantikan-Nya dalam ibadah-ibadah suci, dan Ia akan menghakimi kita sesuai dengan kecenderungan dan maksud kita itu.
    II. Beginilah orang Farisi tersebut menghadap Allah (karena aku tidak dapat menyebutnya sebagai doa): Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini (ay. 11-12). Ia berdoa sendirian, menurut pemahaman beberapa orang. Yang ia pikirkan hanyalah dirinya sendiri. Ia tidak peduli akan hal lain kecuali dirinya sendiri, puji-pujiannya sendiri, bukan kemuliaan Allah. Mungkin juga ia berdiri di tempat terbuka di mana ia membedakan dirinya dari orang-orang lain, atau menampilkan dirinya secara terhormat dan berkelas. Begitulah ia berdoa. Nah, apa yang akan ia katakan di sini menunjukkan:
        . Bahwa ia menganggap dirinya benar. Ia mengatakan banyak hal-hal baik mengenai dirinya sendiri, yang mungkin saja benar. Ia bebas dari dosa-dosa yang keji dan membawa kecemaran. Ia bukan perampok, bukan lintah darat, tidak menindas para pengutang atau penyewa rumah. Sebaliknya, ia berlaku baik dan adil terhadap semua orang yang bergantung kepadanya. Ia tidak berbuat curang dalam setiap urusannya, ia tidak berbuat jahat terhadap siapa pun. Ia dapat berkata, seperti halnya Samuel, Lembu atau kedelai siapakah yang telah kuambil? Ia bukan pezinah, ia hidup di dalam pengudusan dan penghormatan. Lebih-lebih lagi, ia berpuasa dua kali seminggu, sebagai tindakan yang sebagian karena dorongan hati, sebagian karena ibadah. Kaum Farisi dan murid-muridnya berpuasa dua kali dalam seminggu, Senin dan Kamis. Dengan demikian, ia memuliakan Allah dengan tubuhnya. Bukan itu saja, ia juga memberikan sepersepuluh dari segala penghasilannya sesuai dengan hukum Taurat, sehingga ia memuliakan Allah dengan harta duniawinya. Semua yang dilakukannya baik dan layak dipuji. Celakalah mereka yang tidak melakukan kebaikan seperti yang dilakukan orang Farisi ini. Meskipun demikian, ia tidak dikenan. Mengapa demikian?
            (1) Rasa terima kasih yang dipanjatkannya untuk Allah atas semua ini, walaupun hal ini sendiri adalah baik, namun kelihatannya hanya sekadar tindakan lahiriah saja yang tidak ada isinya. Ia tidak berkata, Karena anugerah Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, seperti halnya Paulus. Yang dilakukannya malah menganggap remeh semuanya itu: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, yang maksudnya semata-mata sebagai pengantar untuk dengan angkuh memamerkan segala pencapaian dirinya sendiri
            (2) Ia membesar-besarkan tindakannya, dan suka membicarakan hal tersebut, seakan-akan tujuannya pergi ke Bait Allah hanya untuk memberi tahu Allah yang mahakuasa betapa salehnya dia. Ia tidak ragu untuk berkata, seperti orang-orang munafik yang kita baca (Yes. 58:3): Mengapa kami berpuasa dan engkau tidak memperhatikannya juga?
            (3) Ia percaya bahwa ia melakukan suatu kebenaran, dan tidak hanya menyebutkannya, namun menyeru-nyerukannya, seakan-akan dengan begitu ia telah melakukan sesuatu yang akan mendapat imbalan dari tangan Allah, dan membuat-Nya sebagai pihak yang berutang kepadanya.
            (4) Tidak ada satu pun kata doa yang keluar dari mulutnya. Ia pergi ke Bait Allah untuk berdoa, tetapi melupakan tujuannya. Yang ada dalam pikirannya hanyalah dirinya sendiri dan kebaikannya sendiri sehingga ia berpikir bahwa ia tidak membutuhkan apa pun, tidak, tidak juga pertolongan dan anugerah Allah, yang kelihatannya ia anggap tidak berharga untuk diminta.
        . Bahwa ia memandang rendah semua orang lain.
            (1) Ia menganggap semua orang rendah, kecuali dirinya sendiri: Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain. Ia berbicara secara umum, seolah-olah ia lebih baik daripada siapa saja. Kita bisa saja memiliki alasan untuk bersyukur kepada Allah bahwa kita tidak seperti semua orang lain, yang terkenal fasik dan berhati busuk. Akan tetapi, dengan berbicara sembarangan seperti ini, seolah-olah hanya kita sendiri yang baik dan semua orang selain kita terkutuk, itu sama saja dengan menghakimi tanpa pandang bulu.
            (2) Secara khusus ia menganggap rendah si pemungut cukai ini, yang mungkin ditinggalkannya di pelataran bagi orang-orang bukan-Yahudi dan ditemuinya ketika ia masuk ke Bait Allah. Ia tahu bahwa orang tersebut adalah seorang pemungut cukai sehingga tanpa ampun lagi langsung menyimpulkannya sebagai seorang perampok, orang lalim dan segala yang jelek lainnya. Anggaplah bahwa ia benar dan ia telah mengetahuinya, tapi lalu apa urusannya dengan orang itu? Tidak bisakah ia membaca doanya saja (dan inilah yang hanya dilakukan oleh orang-orang Farisi) tanpa mencela sesamanya? Atau apakah ini bagian dari ucapannya Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu? Dan bukankah ia merasa puas dengan keburukan si pemungut cukai tersebut, sama seperti ia merasa puas dengan kebaikannya sendiri? Jadi, buktinya sangat jelas bahwa dalam diri orang Farisi ini tidak ada kerendahan dan kemurahan hati, yang ada hanyalah keangkuhan dan kedengkian yang menguasai dirinya.
    III. Beginilah pemungut cukai tersebut menghadap Allah, yang merupakan kebalikan dari orang Farisi tersebut. Pemungut cukai ini sangat rendah hati dan sangat merendahkan diri, sedangkan orang Farisi tersebut angkuh dan suka pamer. Pemungut cukai tersebut penuh pertobatan atas dosa dan kerinduan akan Allah, sedangkan orang Farisi tersebut penuh dengan rasa percaya diri akan dirinya sendiri serta akan kebenaran dan kemampuan untuk mencukupi diri sendiri.
        . Pemungut cukai tersebut mengungkapkan pertobatan dan kerendahan hati dalam segala perbuatannya. Ketika membawa dirinya kepada Allah dalam ibadah ini, tingkah lakunya menunjukkan kesungguhan dan kerendahan hati yang dalam, menyatakan hatinya yang sungguh hancur, menyesal dan taat.
            (1) Ia berdiri jauh-jauh. Orang Farisi berdiri, menempatkan dirinya setinggi mungkin di bagian yang lebih tinggi di dalam pelataran Bait Allah. Pemungut cukai tersebut berdiri jauh-jauh karena merasa bahwa dirinya tidak layak untuk mendekati Allah, dan mungkin ia takut menyinggung orang Farisi tersebut, takut mengganggu ibadahnya, yang ia lihat memandang dirinya dengan jijik. Dengan demikian, ia mengakui bahwa selayaknyalah bila Allah melihatnya dari jauh saja dan menjauhinya selamanya. Namun, ia juga mengakui belas kasih Allah yang besar sehingga Dia berkenan menerimanya begitu dekat.
            (2) Ia tidak berani menengadah ke langit, apalagi sampai mengangkat kedua tangannya, seperti yang lazim dilakukan ketika orang berdoa. Ia sungguh mengangkat hatinya kepada Allah di tempat tinggi, dengan segala kerinduan yang kudus, namun, oleh rasa malu dan rendah diri yang yang amat sangat, ia tidak menengadahkan mukanya dalam rasa percaya diri dan keberanian yang kudus. Segala pelanggarannya telah menimpa kepalanya, seperti beban berat, sehingga ia tidak sanggup melihat (Mzm. 40:12 KJV). Wajahnya yang tidak bergairah adalah tanda kesuraman pikirannya ketika ia memikirkan dosa.
            (3) Ia memukul-mukul dadanya, dengan maksud kudus merasa marah terhadap diri sendiri karena telah berdosa: "Kalau hati ini dapat kujangkau, rasanya ingin aku mencabik-cabik hatiku yang jahat ini, mata air beracun yang darinya mengalir semua dosa." Hati nurani para pendosa pertama kali menegur mereka dengan teguran penyesalan (2Sam. 24:10). Berdebar-debarlah hati Daud. Hai orang berdosa! Apa yang telah engkau lakukan? Kemudian ia memukul hatinya dengan ratapan penyesalan: Aku manusia celaka! Efraim diceritakan menepuk pinggang sebagai tanda berkabung (Yer. 31:19). Orang-orang yang benar-benar berduka digambarkan memukul-mukul dada (Nah. 2:7)
        . Pemungut cukai itu mengungkapkan penyesalannya dalam perkataannya. Doanya singkat. Ketakutan dan rasa malu menghalanginya untuk berkata-kata lebih banyak. Keluh dan rintihan menelan kata-katanya. Namun, apa yang ia katakan bertujuan: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Dan terpujilah Allah bahwa doa ini tercatat bagi kita sehingga kita bisa melihat doa ini terjawab, dan kita dapat yakin bahwa orang yang menaikkan doa demikian akan masuk ke dalam rumah-Nya sebagai orang yang dibenarkan. Begitulah juga halnya dengan kita jika kita menaikkan doa yang demikian, seperti si pemungut cukai tersebut, melalui Yesus Kristus: "Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini. Allah yang maha-pengampun berbelas kasihlah terhadap aku, karena jika tidak, maka aku akan binasa selamanya, menderita selamanya. Ya Allah, berbelas kasihlah terhadap aku, karena aku telah bertindak kejam terhadap diriku sendiri."
            (1) Ia mengakui bahwa dirinya adalah seorang pendosa melalui tabiatnya, perbuatannya, dan bersalah di hadapan Allah. Sesungguhnya aku ini terlalu hina, jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu? Orang Farisi menolak dirinya disebut pendosa, tidak ada seorang pun yang dapat menuduhnya, dan ia tidak melihat alasan untuk menuduh dirinya sendiri atas kesalahan apa pun; ia bersih, ia tahir dari dosa. Sebaliknya, pemungut cukai tersebut mengecam dirinya sendiri sebagai pendosa, sebagai seorang terpidana dalam pengadilan Allah.
            (2) Ia tidak bergantung kepada apa pun selain kepada belas kasihan Allah, hanya itulah satu-satunya hal yang ia andalkan. Orang Farisi tersebut menekankan imbalan atas puasa dan persepuluhannya, namun pemungut cukai yang malang tersebut tidak menuntut imbalan apa pun dan mengandalkan belas kasihan sebagai tempat perlindungannya. Ia mencengkeram erat-erat tampuk altar tersebut. "Keadilan telah mengutuk diriku, tidak ada apa pun yang dapat menyelamatkanku selain belas kasihan, hanya belas kasihan."
            (3) Ia dengan tulus berdoa untuk mendapatkan anugerah belas kasihan tersebut: "Ya Allah, kasihanilah aku, bermurah hatilah kepadaku, ampunilah dosa-dosaku, berdamailah denganku dan bawalahlah aku ke dalam pertolongan-Mu, terimalah aku dalam kasih-Mu, dan kasihilah aku apa adanya." Ia datang layaknya seorang pengemis yang meminta sedekah ketika ia hampir mati karena kelaparan. Mungkin ia mengulangi doa ini dengan kasih yang diperbarui, dan mungkin menambahkan perkataannya untuk tujuan yang sama, dengan secara khusus mengakui dosa-dosanya dan menyebutkan belas kasihan khusus yang ia inginkan, lalu menantikan Allah untuk semuanya ini. Namun, tetap saja beban inilah yang terus disenandungkannya: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
    IV. Inilah perkenan Allah bagi pemungut cukai tersebut. Kita telah melihat betapa bedanya kedua orang tersebut mengungkapkan diri mereka kepada Allah. Sekarang, pantaslah kalau kita bertanya apa hasil dari perbuatan mereka. Ada orang-orang yang berseru layaknya orang Farisi tersebut, yang datang ke rumah Allah untuk mencari pujian dan memandang hina pemungut cukai yang masuk mengendap-ngendap dan meratapi dirinya. Akan tetapi, Yesus Tuhan kita, yang di hadapan-Nya semua hati terbuka, semua niat diketahui, dan tidak ada rahasia yang tersembunyi dari-Nya, yang mengetahui dengan sempurna semua tata cara pengadilan sorgawi, meyakinkan kita bahwa pemungut cukai yang malang, menyesal dan hancur hati ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Orang Farisi tersebut berpikir bahwa jikalau salah satu dari mereka hendak dibenarkan, maka pastilah dia orangnya, dan bukannya si pemungut cukai itu. "Tidak," kata Kristus, "Aku berkata kepadamu, Aku menguatkannya dengan sepasti-pastinya dan menyatakan kepadamu dengan perhatian yang paling mendalam, Aku berkata kepadamu, pemungut cukai itulah, dan bukan orang Farisi itu." Orang Farisi yang angkuh itu beranjak pergi, ditolak oleh Allah. Begitu jauh ucapan syukurnya itu untuk diterima, malahan ia menjadi suatu kekejian bagi Allah. Ia tidak dibenarkan, dosa-dosanya tidak diampuni, dan ia juga tidak dijauhkan dari kutukan. Ia tidak diterima dalam pandangan Allah sebagai orang yang adil benar, karena ia begitu menganggap dirinya sendiri adil benar dalam pandangannya. Sebaliknya, pemungut cukai tersebut, yang dengan rendah hati menghadap Sorga, memperoleh pengampunan atas dosa-dosanya, dan ia yang tidak akan ditempatkan bersama anjing penjaga kambing dombanya oleh orang Farisi tersebut, ditempatkan oleh Allah bersama-sama dengan anak-anak dalam keluarga-Nya. Alasan untuk ini adalah bahwa kemuliaan Allah menentang orang-orang congkak, tetapi mengasihi orang yang rendah hati.
        . Orang-orang angkuh yang meninggikan diri adalah pesaing-pesaing Allah, karena itu mereka pasti akan direndahkan. Allah, dalam percakapan-Nya dengan Ayub, merujuk kepada bukti ini bahwa Ia adalah Allah, bahwa Ia mengamat-amati setiap orang yang congkak dan merendahkan dia (Ayb. 40:6).
        . Orang yang rendah hati, yang merendahkan dirinya adalah orang-orang yang tunduk kepada Allah, dan mereka akan ditinggikan. Allah menyediakan kedudukan tinggi bagi mereka yang mengharapkannya sebagai suatu belas kasihan, tetapi tidak bagi mereka yang menuntutnya sebagai suatu utang dari Dia. Ia akan ditinggikan ke dalam kasih Allah dan persekutuan dengan-Nya, akan ditinggikan dalam kepuasan akan dirinya sendiri, dan pada akhirnya akan ditinggikan setinggi sorga. Lihatlah hukuman atas dosa: Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan. Lihatlah imbalan atas kewajiban: Barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. Lihatlah juga bagaimana kuasa anugerah Allah dalam mendapatkan apa yang baik dari apa yang jahat. Si pemungut cukai tersebut dulunya adalah seorang pendosa besar, namun dari dosanya yang besar didapatkan pertobatan yang besar pula, dari si pemakan keluar makanan. Lihatlah, sebaliknya, kuasa jahat Setan yang mendapatkan apa yang jahat dari apa yang baik. Adalah hal yang baik bahwa orang Farisi tersebut bukan perampok atau orang lalim, namun Iblis membuatnya menjadi angkuh dalam hal ini, sehingga ia menemui kebinasaannya.


Label:   Lukas 18:9-14 



Daftar Label dari Kategori Materi Khotbah Katolik 2019
Lukas 10:1-9(1)
Lukas 15:1-3.11-32(1)
Lukas 18:9-14(1)
Lukas 1:1-4;4:14-21(1)
Lukas 22:14-23:56(1)
Lukas 24:13-35(1)
Lukas 2:22-40(1)
Lukas 4:1-13(1)
Lukas 4:21-30(1)
Lukas 5:1-11(1)
Lukas 5:27-32(1)
Lukas 6:27-38(1)
Lukas 6:39-45(1)
Lukas 9:11b-17(1)
Lukas 9:28b-36(1)
Lukas 9:51-62(1)
Markus 10:13-16(1)
Markus 16:9-15(1)
Markus 6:30-34(1)
Markus 9:2-13(1)
Matius 16:13-19(1)
Matius 5:43-48(1)
Matius 6:24-34(1)
Yohanes 10:27-30(1)
Yohanes 11:1-45(1)
Yohanes 11:45-56(1)
Yohanes 13:31-33a,34-35(1)
Yohanes 14:15-26 14:15-16,23b-26(1)
Yohanes 14:23-29(1)
Yohanes 14:7-14(1)
Yohanes 15:18-21(1)
Yohanes 16:23b-28(1)
Yohanes 17:20-26(1)
Yohanes 21:1-19(1)
Yohanes 21:20-25(1)
Yohanes 2:1-11 (1)
Yohanes 4:5-42(1)
Yohanes 6:16-21(1)
Yohanes 6:60-69(1)
Yohanes 7:40-53(1)
Yohanes 9:1-41(1)




Nama-Nama Bayi Katolik Terlengkap

Kalender Liturgi Katolik 2024 dan Saran Nyanyian

Kalender Liturgi Katolik Desember 2023 dan Saran Nyanyian


Orang Kudus Katolik Dirayakan Desember
Santo-Santa 13 Desember - Santa Lusia (Perawan dan Martir), Santa Odilia atau Ottilia (Pengaku Iman)

MAZMUR TANGGAPAN & BAIT PENGANTAR INJIL
- PASKAH
- KENAIKAN
- PENTAKOSTA
- BIASA



NEXT:
Minggu, 31 Maret 2019 - Orang yang buta sejak lahirnya - Yohanes 9:1-41 - BcO Ibr. 7:1-11 - HARI MINGGU PRAPASKAH IV - warna liturgi Ungu

PREV:
Minggu, 24 Maret 2019 - Kedatangan Kristus di Samaria - Yohanes 4:5-42 - BcO Ibr. 1:1-2:4 - HARI MINGGU PRAPASKAH III - warna liturgi Ungu





Arsip Materi Khotbah Katolik 2019..


Jadwal Misa Gereja Seluruh Indonesia
1. Map/Peta Gereja Katolik di Jakarta
2. Map/Peta Gereja Katolik di Surabaya
3. Map/Peta Gereja Katolik di Makassar
4. Map/Peta Gereja Katolik di Bandung
5. Map/Peta Gereja Katolik di Medan
6. Map/Peta Gereja Katolik di Depok
Agustus - Hati Maria Yang Tidak Bernoda(3)
April - Sakramen Maha Kudus (6)
Bulan Katekese Liturgi(5)
Bulan November - Jiwa-jiwa Kudus di Api penyucian(4)
Bulan Oktober - Bulan Rosario(1)
Bulan Oktober - Bulan Rosario suci(4)
Desember - Bunda Maria yang dikandung tanpa noda(4)
Februari - Keluarga Kudus Yesus Maria Yosep(5)
Ibadah(1)
Januari - Bulan menghormati Nama Yesus(5)
Juli - Darah Mulia(2)
Juni - Hati Kudus Yesus(10)
Maret - Pesta St. Yosep(3)
Mei - Bulan Maria(8)
Penutup Bulan Rosario(1)
Peringatan Arwah(2)
Rabu Abu(1)
SEPTEMBER - TUJUH DUKA MARIA(7)