misa.lagu-gereja.com        
 
View : 6666 kali
Materi Khotbah Katolik 2019
Sabtu, 8 Juni 2019
(Yohanes 21:20-25)

Materi Khotbah Katolik Sabtu, 8 Juni 2019 - Yohanes 21:20-25 - BcO 3 Yoh - Nikolaus Gesturi, Maria Droste-Fischering

#tag:

Sabtu, 8 Juni 2019
Nikolaus Gesturi, Maria Droste-Fischering
Kis. 28:16-20,30-31; Mzm. 11:4,5,7;
Yohanes 21:20-25.
BcO 3 Yoh
warna liturgi Putih

Yohanes 21:20-25
Murid yang dikasihi Yesus
21:20 Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: "Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?" 21:21 Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?" 21:22 Jawab Yesus: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku." 21:23 Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan: "Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu."
Kata penutup
21:24 Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar. 21:25 Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.

Penjelasan:

* Pembicaraan Kristus dengan Petrus; Kesimpulan Injil Yohanes (21:20-25)

    Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati,

    I. Percakapan Kristus dengan Petrus mengenai Yohanes, murid yang dikasihi Yesus, yakni,
        . Bagaimana Petrus memandang Yohanes (ay. 20): Petrus, dalam ketaatannya pada perintah Gurunya, mengikuti-Nya. Kemudian ia berpaling, merasa senang dengan penghargaan yang sekarang diberikan Gurunya kepadanya, dan melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka juga.

        Perhatikanlah:

            (1) Bagaimana Yohanes digambarkan. Dia tidak menyebutkan namanya sendiri, seperti menganggap bahwa namanya sendiri tidak layak untuk ditulis dalam catatan ini. Namun ia memberikan gambaran yang sedemikian rupa sehingga cukup untuk membuat kita mengerti siapa yang dimaksudkannya. Selain itu, ia memberi kita alasan mengapa ia mengikuti Kristus sedemikian dekat. Dia adalah murid yang dikasihi Yesus, yang dikasihi-Nya secara khusus lebih dari yang lainnya. Jadi, kita tidak dapat menyalahkannya karena begitu ingin berada sedekat mungkin dengan Yesus supaya ia dapat mendengar perkataan-Nya yang penuh rahmat saat Kristus menghabiskan waktu-Nya yang berharga bersama murid-murid-Nya yang terkasih. Ada kemungkinan bahwa disebutkannya kejadian Yohanes bersandar di dada Yesus dan bertanya mengenai si pengkhianat, yang dilakukannya atas isyarat Petrus (13:24), yang menjadi alasan mengapa Petrus mengajukan pertanyaan mengenai dia, untuk membalas kebaikan Yohanes yang dulu itu. Pada waktu itu Yohanes yang paling dikasihi, bersandar di dada Kristus, dan ia menggunakan kesempatan itu untuk melakukan sesuatu bagi Petrus. Dan sekarang ketika Petrus menjadi yang paling dikasihi, dipanggil untuk berjalan bersama Kristus, dia menganggap dirinya sendiri wajib membalas budi dengan mengajukan suatu pertanyaan yang demikian bagi Yohanes, yang dianggapnya bisa mendatangkan kebaikan bagi Yohanes. Kita semua memang selalu ingin tahu tentang hal-hal yang akan datang. Perhatikan, karena kita memiliki bagian di dalam takhta anugerah, kita harus memanfaatkannya demi kepentingan satu sama lain. Orang-orang yang mendoakan kita harus kita doakan juga di lain kesempatan. Inilah yang disebut persekutuan orang-orang kudus.
            (2) Apa yang dilakukan Yohanes: dia juga mengikuti Yesus, yang menunjukkan betapa inginnya Yohanes untuk selalu bersama dengan Dia. Di mana Dia berada, di situ juga hamba-Nya ini berada. Ketika Kristus memanggil Petrus untuk mengikuti-Nya, tampaknya Dia seolah-olah hendak berbicara secara pribadi dengan Petrus saja. Namun, karena kasihnya yang begitu besar kepada gurunya itu, Yohanes lebih suka melakukan sesuatu yang tampak kurang sopan daripada kehilangan kesempatan untuk mendengar perkataan Kristus. Apa yang Kristus katakan kepada Petrus ditangkapnya sebagai apa yang dikatakan kepada dirinya sendiri. Karena, perintah itu, Ikutlah Aku, diberikan kepada semua murid. Paling tidak, Yohanes ingin bersekutu dengan mereka yang bersekutu dengan Kristus, dan menyertai mereka yang menyertai-Nya. Ketika seseorang dibawa untuk mengikut Kristus, maka yang lainnya akan ditarik juga. Tariklah akan daku, maka kamipun akan mengikut engkau! (Kid. 1:4, TL)
            (3) Bagaimana Petrus memperhatikan hal itu: Berpalinglah Petrus, lalu melihatnya. Ini dapat dimengerti,
                [1] Sebagai sikap menyimpang yang keliru, karena seharusnya dia berfokus secara penuh saat ia mengikuti Gurunya, dan menunggu untuk mendengar apa yang dikatakan lebih jauh oleh Kristus kepadanya. Namun, di saat yang sama dia justru menoleh-noleh untuk melihat siapa yang mengikuti mereka dari belakang. Perhatikan, orang yang paling baik pun merasa sulit untuk melayani Tuhan tanpa gangguan, sulit untuk menjaga pikiran mereka tetap terpusat pada-Nya sebagaimana seharusnya ketika mereka mengikuti Kristus. Tetapi, perhatian yang tidak perlu atau tidak pada saatnya kepada saudara-saudara kita sering kali mengalihkan perhatian kita dari persekutuan dengan Allah. Atau,
                [2] Sebagai bentuk kepedulian yang patut dipuji, yang diberikan kepada rekannya sesama rasul. Petrus tidak merasa sedemikian tersanjung dengan penghargaan yang diberikan oleh Gurunya, karena telah memilih dia di antara murid-murid yang lainnya, sampai tidak peduli untuk memandang siapa itu yang mengikuti mereka. Tindakan kasih kepada saudara kita harus berjalan seiring dengan tindakan iman kita di dalam Kristus.
        . Pertanyaan yang diajukan Petrus mengenai Yohanes (ay. 21): "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini? Engkau telah memberi tahu aku tentang tugasku, yaitu menggembalakan domba, dan nasibku, yaitu dibawa ke tempat yang tidak aku kehendaki. Lalu apa yang akan menjadi tugas dan nasibnya?" Ini dapat ditafsirkan sebagai,
            (1) Suatu perhatian bagi Yohanes, dan perbuatan baik baginya: "Tuhan, Engkau menunjukkan kebaikan yang sangat besar bagiku. Di sini ada murid-Mu yang sangat Engkau kasihi, yang tidak pernah merusak perkenanan-Mu seperti yang pernah kulakukan. Dia berharap untuk diperhatikan. Tidakkah Engkau mengatakan sesuatu kepadanya? Tidakkah Engkau memberi tahu dia bagaimana dia harus bekerja, dan bagaimana dia akan dimuliakan?"
            (2) Atau suatu perasaan tidak nyaman akan apa yang telah dikatakan Kristus kepadanya mengenai penderitaannya: "Tuhan, haruskah aku sendiri yang akan dibawa ke tempat yang tidak aku kehendaki? Mestikah aku ditetapkan untuk menderita, sedangkan orang ini tidak harus ambil bagian dalam salib?" Memang sulit untuk menerima bahwa kita mengalami penderitaan dan kesukaran tertentu yang harus kita hadapi sendiri.
            (3) Atau, ini menandakan suatu keingintahuan, dan keinginan untuk mengetahui hal-hal yang akan datang mengenai orang lain, sebagaimana mengenai dirinya sendiri. Sepertinya, berdasarkan jawaban Kristus, ada sesuatu yang salah dalam pertanyaan ini. Ketika Kristus memberikan tugas yang sedemikian berharga kepada Petrus, dan memberitahukan pencobaan yang sedemikian berat, wajar jika Petrus kemudian berkata, "Tuhan, kalau begitu apa yang harus kulakukan agar aku tetap setia pada kepercayaan yang Engkau berikan, dalam pencobaan yang sedemikian berat? Tuhan, tambahkanlah imanku. Seiring bertambahnya usiaku, demikian juga kekuatanku." Namun bukannya demikian,
                [1] Petrus justru tampak lebih peduli terhadap orang lain daripada dirinya sendiri. Kita cenderung untuk sibuk dengan urusan orang lain, tetapi melalaikan urusan kita sendiri. Kita malah sibuk menghakimi orang lain, serta meramalkan apa yang akan mereka kerjakan, saat kita punya cukup banyak tugas untuk menguji pekerjaan kita sendiri, dan mengerti jalan hidup kita.
                [2] Petrus tampak lebih peduli mengenai peristiwa daripada tugas. Yohanes lebih muda daripada Petrus, dan secara alamiah, mestinya ia akan hidup lebih lama dari Petrus: "Tuhan," katanya, "kapan ia akan dipanggil untuk menunaikan tugasnya?" Padahal, jika Allah dengan anugerah-Nya memampukan kita untuk bertahan sampai akhir, dan mengakhirinya dengan baik, serta pergi ke sorga dengan selamat, kita tidak perlu bertanya, "Bagaimana nasib orang-orang yang akan datang sesudah kita?" Bukankan sudah cukup, asal ada damai dan keamanan seumur hidupku? Nubuatan Kitab Suci harus dipandang untuk menuntun pengertian kita, bukan untuk memuaskan rasa ingin tahu kita.
        . Jawaban Kristus atas pertanyaan ini (ay. 22), "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, dan tidak menderita sebagaimana engkau harus menderita, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: Uruslah tugasmu sendiri, tugas yang ada sekarang, ikutlah Aku."
            (1) Rupanya di sini ada suatu petunjuk akan rencana Kristus mengenai Yohanes, dalam dua hal:
                [1] Bahwa ia tidak akan mengalami kematian yang kejam, seperti Petrus, melainkan akan tetap hidup sampai Kristus sendiri datang untuk menjemputnya melalui kematian yang natural. Para ahli sejarah zaman kuno yang paling tepercaya memberi tahu kita bahwa Yohanes adalah satu-satunya di antara kedua belas murid yang tidak sungguh-sungguh mati sebagai martir. Dia memang sering berada dalam bahaya, ditawan dan diasingkan, namun pada akhirnya ia mati di atas ranjangnya, pada usia tua.

                Perhatikan:

                    Pertama, pada saat kita mati, Kristus datang kepada kita untuk meminta pertanggungjawaban kita, dan kita harus bersiap-siap akan kedatangan-Nya.
                    Kedua, meskipun Kristus menetapkan beberapa murid-Nya untuk bertahan sampai titik darah penghabisan, namun tidak semuanya. Meskipun mahkota seorang martir bercahaya dan mulia, namun murid yang dikasihi itu tidak memperolehnya.
                [2] Bahwa ia tidak akan mati sampai kedatangan Kristus untuk menghancurkan Yerusalem. Demikian beberapa orang menafsirkan tetap tinggalnya Yohanes sampai kedatangan Kristus. Semua rasul yang lain mati sebelum kehancuran tersebut, namun Yohanes tetap hidup selama bertahun-tahun sesudahnya. Dengan bijaksana, Allah mengaturnya sedemikian hingga satu dari para rasul itu harus hidup sedemikian lama untuk menutup kanon atau hukum perjanjian Baru, yang dilakukan Yohanes dengan sungguh-sungguh (Why. 22:18), dan untuk mencegah rencana musuh yang menaburkan ilalang bahkan sebelum para hamba jatuh tertidur. Yohanes tetap hidup untuk melawan Ebion, dan Cerinthus, serta para penyesat yang lain, yang bangkit dengan ajaran palsu mereka.
            (2) Menurut sebagian orang lagi, perkataan Kristus itu hanyalah suatu teguran terhadap keingintahuan Petrus, dan pernyataan bahwa Yohanes akan tetap tinggal sampai kedatangan Kristus yang kedua hanyalah suatu dugaan belaka: "Mengapa kamu menanyakan sesuatu yang asing dan rahasia? Seandainya pun Aku menentukan bahwa Yohanes tidak akan pernah mati, apa urusanmu dengan itu? Tidak penting bagimu kapan, di mana, atau bagaimana Yohanes akan mati. Aku telah memberitahumu bagaimana engkau akan mati. Itu sudah cukup bagimu untuk mengetahuinya, Ikutlah Aku." Perhatikan, Kristus ingin agar murid-Nya memikirkan tugas yang ada pada mereka, dan tidak bersikap ingin tahu dengan berbagai pertanyaan mereka tentang hal-hal di masa mendatang, baik mengenai diri mereka sendiri maupun orang lain.
                [1] Ada banyak hal yang cenderung kita khawatirkan, yang tidak penting bagi kita. Watak orang lain tidak penting bagi kita. Bukan tugas kita untuk menghakimi mereka (Rm. 14:4). "Bagaimanapun keadaan mereka," kata Paulus, "itu tidak ada urusannya denganku." Urusan orang lain tidak perlu kita campuri. Kita harus bekerja dengan tenang dan mengurus pekerjaan kita sendiri. Banyak pertanyaan yang teliti dan penuh rasa ingin tahu diajukan oleh para ahli Taurat dan pembantah dari dunia ini mengenai petunjuk Allah, serta keadaan dunia yang kasat mata, mengenai hal-hal yang tentangnya kita dapat berkata, "Apakah artinya ini bagi kita?" Menurutmu apakah akan terjadi begini dan begitu? Ini merupakan suatu pertanyaan yang biasa diajukan orang, yang dapat dijawab dengan mudah dengan pertanyaan lain: Apa artinya itu bagiku? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Apa perlunya bagi kita untuk mengetahui masa dan waktu? Hal-hal yang rahasia bukanlah urusan kita.
                [2] Hal besar yang benar-benar merupakan urusan kita adalah tugas, dan bukan peristiwa, karena tugas adalah bagian kita, sedangkan peristiwa adalah bagian Allah. Tugas kita adalah punya kita sendiri, bukan punya orang lain. Setiap orang harus menanggung bebannya masing-masing, yaitu tugasnya yang sekarang, dan bukan tugas yang akan datang, karena pimpinan Tuhan cukup untuk hari ini: TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya (Mzm. 37:23). Dia menuntun langkah demi langkah. Nah, semua tugas kita diringkas dalam satu tugas ini, yaitu mengikut Kritus. Kita harus menyertai setiap tindakan-Nya, dan menyesuaikan diri kita dengan tindakan-Nya itu, mengikuti Dia untuk melakukan perbuatan yang memuliakan Dia, seperti hamba bekerja bagi Tuannya. Kita harus melintas di atas jalan di mana Ia melintas, dan pergi ke mana Ia pergi. Dan jika kita mau bersungguh-sungguh melakukan tugas kita mengikuti Kristus, maka kita tidak akan memberikan hati atau waktu kita untuk ikut campur dengan apa yang bukan urusan kita.
        . Kekeliruan yang timbul akibat perkataan Kristus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan tetap hidup bersama dengan umat Tuhan sampai akhir zaman. Juga, bagaimana pemikiran ini dipupuskan melalui perkataan Kristus (ay. 23).

        Perhatikanlah:

            (1) Mudahnya timbul kekeliruan di dalam gereja karena kesalahan dalam menafsirkan perkataan-perkataan Kristus, dan kemudian mengubah suatu anggapan menjadi suatu kebenaran. Karena Yohanes tidak mati sebagai martir, mereka menyimpulkan bahwa dia tidak akan mati sama sekali.
                [1] Mereka cenderung mengharapkan hal itu karena mereka tidak dapat memperoleh apa yang mereka inginkan. Quod volumus facile crediumus -- kita mudah percaya pada apa yang kita harapkan untuk menjadi kenyataan. Karena jika Yohanes masih bertahan hidup saat yang lainnya telah pergi, dan akan terus hidup sampai kedatangan Kristus yang kedua, mereka beranggapan bahwa itu akan menjadi suatu berkat yang luar biasa bagi gereja, yang dalam berbagai zaman akan berpaling untuk meminta nasihat kepadanya sebagai seorang penatua. Ketika mereka harus kehilangan kehadiran Kristus secara jasmaniah, mereka berharap bisa memiliki kehadiran murid-Nya yang terkasih, seolah hal itu akan menggantikan ketidakhadiran-Nya itu. Mereka lupa bahwa Roh yang suci itu, Sang Penghibur, Dialah yang akan menggantikan ketidakhadiran-Nya. Perhatikan, kita cenderung bergantung kepada manusia dan fasilitas, peralatan serta bantuan dari luar, dan mengira bahwa kita akan berbahagia jika kita bisa selalu memiliki hal-hal tersebut. Kita tidak sadar bahwa Allah akan selalu menggantikan para pekerja-Nya, namun Dia terus melanjutkan pekerjaan-Nya, dan kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari manusia. Tidak perlu ada seorang hamba yang tidak dapat mati untuk tetap menuntun gereja, bila gereja berada di bawah pimpinan Roh yang kekal.
                [2] Mungkin mereka diteguhkan dalam pengharapan mereka, ketika mereka kini menyadari bahwa Yohanes akan hidup lebih lama daripada rasul-rasul yang lain. Karena ia hidup lama, mereka mulai mengira bahwa dia akan hidup terus, padahal apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya (Ibr. 8:13).
                [3] Bagaimanapun, semua pikiran mereka di atas itu timbul akibat salah memahami perkataan Kristus, dan kemudian dipakai terus dalam gereja. Dari sini pelajarilah,
                    Pertama, ketidakpastian tradisi manusia, dan betapa bodohnya jika kita membangun iman kita di atasnya. Ada suatu tradisi, suatu tradisi kerasulan, suatu kabar yang tersebar di antara saudara-saudara itu. Tradisi itu sangat kuno, sudah biasa, sudah umum, namun demikian tradisi itu keliru. Karena itu betapa tidak dapat diandalkannya tradisi tidak tertulis itu, yang telah diperintahkan oleh konsili Trent untuk diterima dengan kasih yang suci dan rasa hormat yang mendalam sebagai sesuatu yang sama dengan apa yang menjadi bagian dari firman suci. Beginilah suatu penjelasan tradisional mengenai Kitab Suci. Tidak ada perkataan baru dari Kristus yang diungkapkan lagi. Yang ada hanyalah suatu penafsiran atau penjelasan para saudara itu atas apa yang sesungguhnya dikatakan-Nya. Walaupun demikian, tafsiran itu pun keliru. Biarkanlah firman itu menafsirkan dan menjelaskan dirinya sendiri, karena firman itu sungguh merupakan kesaksian akan dirinya sendiri dan membuktikan dirinya sendiri, karena firman adalah terang.
                    Kedua, kecenderungan manusia untuk salah menafsirkan perkataan Kristus. Kesalahan-kesalahan besar kadang-kadang menyembunyikan diri di bawah bayang-bayang kebenaran yang tidak dapat disangkal: dan firman itu telah diputarbalikkan oleh mereka yang tidak terpelajar dan mudah goyah. Janganlah merasa aneh bila mendengar perkataan Kristus disalahtafsirkan, dikutip untuk mendukung kekeliruan antikristus. Ajaran transubstansiasi, misalnya, menggunakan perkataan Kristus yang suci sebagai dasar, Inilah tubuh-Ku.
            (2) Mudahnya memperbaiki kesalahan yang demikian, yaitu dengan berpegang teguh pada firman Kristus dan melekat kepadanya. Demikian penulis Injil di sini memperbaiki dan memeriksa pernyataan di antara para saudara itu, dengan mengulang setiap perkataan Kristus. Kristus tidak mengatakan bahwa murid itu tidak akan mati, karenanya marilah kita juga tidak mengatakannya demikian. Dia mengatakan: Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Dia mengatakannya demikian, dan tidak lebih dari itu. Jangan menambahi firman-Nya. Biarlah firman Kristus berbicara bagi diri mereka sendiri, dan janganlah makna lain apa pun diberikan pada firman-Nya itu selain apa yang sejati dan seharusnya, dan marilah kita menyetujuinya. Perhatikan, jawaban terbaik bagi segala pertentangan manusia adalah mengikuti apa yang secara jelas dinyatakan dalam Kitab Suci, dan berbicara serta berpikir sesuai dengan perkataan itu (Yes. 8:20). Bahasa firman adalah sarana yang paling aman dan tepat untuk menyatakan kebenaran firman: perkataan yang diajarkan oleh Roh (1Kor. 2:13). Sebagaimana firman itu sendiri, yang disampaikan sebagaimana seharusnya, merupakan senjata yang terbaik untuk melawan semua kekeliruan yang berbahaya (dan karena itu penganut deisme, Sosinian, pengikut gereja tertentu, dan penganut antusiasme berusaha semampu mereka untuk menurunkan otoritas firman), maka firman itu sendiri, jika kita dengan tunduk mendukungnya, merupakan obat untuk menyembuhkan luka yang diakibatkan oleh cara yang berbeda-beda dalam menyatakan kebenaran yang sama. Mereka yang merasa tidak sepakat dengan logika dan cara berpikir yang sama, dan tidak bisa sepakat dengan pendapat yang sama serta penerapan hal-hal tersebut, bisa sepakat dalam kata-kata firman yang sama, dan kemudian bersepakat untuk saling mengasihi satu sama lain.
    II. Di sini diceritakan tentang kesimpulan Injil ini, dan catatan dari sang penulis Injil ini (ay. 24-25). Penulis Injil ini tidak mengakhirinya dengan tiba-tiba sebagaimana ketiga penulis lainnya, tetapi menggunakan semacam penutup.
        . Injil ini disimpulkan dengan sebuah catatan mengenai pengarang atau penulisnya, yang secara tepat dihubungkan dengan apa yang ditulis sebelumnya (ay. 24): Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini kepada zaman sekarang. Ia menuliskan semua ini demi kepentingan generasi mendatang, bahkan dialah yang dibicarakan oleh Petrus dan Gurunya dalam ayat-ayat sebelumnya, yaitu Yohanes sang rasul.

        Perhatikanlah:

            (1) Mereka yang menulis sejarah tentang Kristus tidak malu mencantumkan nama mereka pada sejarah itu. Di sini sebenarnya Yohanes juga mencantumkan namanya. Sebagaimana kita yakin siapa penulis lima kitab pertama dalam Perjanjian Lama, yang merupakan dasar pewahyuan dari Allah, demikian juga kita yakin siapa penulis keempat Injil dan Kisah Para Rasul, "Pentateukh" dari Perjanjian Baru. Catatan mengenai kehidupan dan kematian Kristus bukanlah laporan yang dibuat oleh seseorang yang tidak kita kenal, tetapi dituliskan oleh orang-orang yang dikenal kejujurannya, yang tidak saja siap untuk memberikan kesaksiannya di bawah sumpah, namun lebih lagi, memeteraikannya dengan darah mereka.
            (2) Mereka yang menulis sejarah tentang Kristus menulis berdasarkan pengetahuan langsung mereka, bukan melalui kata orang, namun melalui apa yang mereka saksikan dengan mata dan telinga mereka sendiri. Penulis kitab sejarah ini adalah seorang murid, murid yang dikasihi, orang yang bersandar di dada Kristus itu, yang telah mendengar sendiri khotbah dan perkataan Kristus, yang telah melihat mujizat-mujizat yang dilakukan-Nya, dan menyaksikan bukti kebangkitan-Nya. Inilah dia yang memberi kesaksian akan apa yang sangat diyakininya.
            (3) Mereka yang menulis sejarah tentang Kristus, memberi kesaksian akan apa yang mereka lihat, dan kemudian menulis apa yang telah mereka saksikan kebenarannya itu. Tulisan itu telah diberitakan melalui perkataan, dengan keyakinan penuh, sebelum dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Mereka memberi kesaksian di atas mimbar, memberi kesaksian di pengadilan, dengan sungguh-sungguh menyatakannya, dengan setia mengakuinya, bukan seperti pengembara yang menceritakan perjalanan mereka untuk menghibur pendengarnya, namun sebagai saksi yang disumpah untuk memberi penjelasan mengenai apa yang mereka ketahui. Oleh karena itu mereka menyatakannya secermat dan setepat mungkin, untuk meletakkan dasar bagi keputusan yang akan dibuat terhadap kesaksian itu. Apa yang mereka tulis, mereka buat sebagai sebuah pernyataan tertulis di bawah sumpah, yang akan mereka tepati. Tulisan mereka adalah pernyataan kesaksian yang teguh bagi dunia mengenai kebenaran ajaran Kristus, dan juga akan menjadi kesaksian bagi kita atau melawan kita, tergantung kita menerimanya atau tidak.
            (4) Atas anugerah, demi kepentingan dan dukungan bagi gereja, telah ditentukan bahwa sejarah tentang Kristus akan dituangkan dalam bentuk tulisan, supaya kebenaran itu dapat tersebar ke semua tempat dengan lebih pasti dan lebih lengkap, dan bertahan dalam berbagai zaman.
        . Injil ini disimpulkan dengan suatu kesaksian di bawah sumpah mengenai kebenaran akan apa yang telah dikisahkan di sini: Kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar. Ini dapat dipahami,
            (1) Sebagai pernyataan akan pandangan orang secara umum dalam dunia ini, bahwa pernyataan yang dibuat oleh seseorang yang merupakan saksi hidup, yang memiliki reputasi yang tidak bercela, yang sungguh-sungguh meneguhkan apa yang telah dilihatnya, dan menuliskannya untuk lebih meyakinkannya, merupakan suatu bukti yang tidak meragukan. Kita tahu, artinya, seluruh dunia tahu, bahwa kesaksian dari seseorang yang seperti itu adalah sah, dan khalayak umum meyakini bahwa kita harus menghargainya, kecuali kita dapat membuktikan ketidakbenarannya. Dalam kasus-kasus lain, keputusan dan penghakiman hakim berlaku atas kesaksian-kesaksian yang demikian. Kebenaran Injil datang dan diteguhkan oleh semua bukti yang sesuai dengan apa yang bisa kita kehendaki atau kita harapkan menurut akal sehat kita. Sesungguhnya, bahwa Yesus mengkhotbahkan ajaran yang demikian itu, dan mengerjakan mujizat yang demikian itu, serta bangkit dari mati, telah dibuktikan kebenarannya, tanpa bisa ditentang, dengan berbagai bukti yang biasanya selalu diakui dalam kasus-kasus lainnya, dan oleh karenanya bukti-bukti tersebut memuaskan semua orang yang tidak berat sebelah. Dengan demikian, biarlah ajaran-Nya itu sendiri yang akan membenarkan dirinya sendiri, dan biarlah mujizat-mujizat-Nya itu yang membuktikan dirinya sendiri sebagai berasal dari Allah. Atau,
            (2) Untuk menyatakan keyakinan gereja-gereja pada masa itu mengenai kebenaran yang diceritakan di sini. Beberapa orang menafsirkannya sebagai tanda persetujuan dari jemaat Efesus, yang lainnya menafsirkannya sebagai tanda persetujuan dari para malaikat atau hamba-hambat Tuhan dari gereja-gereja Asia atas cerita ini. Bukan berarti seolah tulisan yang diilhamkan membutuhkan pembenaran dari manusia, atau dengan demikian menjadi dapat lebih dipercaya karenanya, namun dengan ini mereka mendukung gereja-gereja untuk menerimanya, sebagai tulisan yang diilhamkan, dan menyatakan kepuasan mereka atas kisah tersebut. Atau,
            (3) Untuk menyatakan keyakinan sang penulis Injil ini sendiri terhadap kebenaran yang ditulisnya, seperti dalam pasal 19:35, Ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran. Dia berbicara mengenai dirinya sendiri dalam bentuk jamak, Kita tahu, tidak dengan maksud untuk mempermuliakan, namun untuk merendahkan diri, seperti yang tertulis dalam 1 Yohanes 1:1, Apa yang telah kami lihat, dan 2 Petrus 1:16. Perhatikanlah, para penulis Injil sendiri sepenuhnya yakin terhadap kebenaran dari apa yang telah mereka buktikan dan sampaikan kepada kita. Mereka tidak mengharuskan kita untuk percaya pada apa yang tidak mereka percayai sendiri. Tidak, mereka tahu bahwa kesaksian mereka itu benar, karena mereka telah mempertaruhkan kehidupan ini maupun kehidupan lainnya pada kesaksian itu. Mereka mencampakkan hidup ini dan bergantung pada hidup yang lain, demi apa yang mereka katakan dan mereka tulis.
        . Injil itu disimpulkan dengan sebuah pernyataan dan lain-lain, dengan merujuk pada masih banyak hal-hal lain lagi, yang masih bisa diingat dengan mudahnya, yang dikatakan dan dilakukan oleh Tuhan kita Yesus, yang diketahui luas dengan baik oleh banyak orang yang masih hidup sesudah peristiwa itu, namun tidak dianggap cocok untuk dicatat bagi generasi mendatang (ay. 25). Ada banyak hal yang sangat luar biasa dan berguna, tetapi jika semuanya itu harus ditulis seluruhnya beserta segala keadaannya masing-masing, maka bahkan dunia ini sendiri, yaitu, semua perpustakaan di dalamnya, tidak dapat menampung semua buku yang ditulis itu. Maka ia menyimpulkan seperti seorang ahli pidato, seperti Paulus (Ibr. 11:32), Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu. Jika orang bertanya mengapa Injil tidak ditulis lebih banyak lagi, mengapa mereka tidak mencatat sejarah Perjanjian Baru sebanyak dan sepanjang Perjanjian Lama, pertanyaan itu dapat dijawab dengan,
            (1) Itu bukan karena mereka sudah kehabisan bahan pembicaraan, dan tidak ada lagi hal yang cukup layak untuk ditulis. Tidak, ada banyak perkataan Kristus dan perbuatan-Nya yang tidak dicatat oleh satu pun dari para penulis Injil, padahal layak untuk ditulis dengan tinta emas. Karena:
                [1] Semua hal yang dikatakan dan dilakukan oleh Kristus layak kita perhatikan, dan berguna bagi kita. Dia tidak pernah mengucapkan perkataan yang tidak perlu, atau melakukan sesuatu yang sia-sia. Tidak, Dia tidak pernah mengatakan atau melakukan sesuatu yang jahat, tidak penting, atau yang remeh. Semua perkataan Kristus lebih baik daripada apa yang bisa dikatakan oleh manusia yang paling bijak atau terbaik sekalipun.
                [2] Mujizat-Nya banyak, sangat banyak, dan bermacam-macam, dan mujizat yang sama sering dilakukan-Nya berulang-ulang, sesuai dengan kebutuhan yang ada. Meskipun mungkin satu mujizat yang sejati sudah cukup untuk membuktikan suatu kuasa ilahi, namun mujizat yang diulangi untuk berbagai macam orang, dalam berbagai macam peristiwa, dan di hadapan berbagai macam saksi, sangat membantu untuk membuktikan kebenaran mujizat-mujizat tersebut. Setiap mujizat yang baru lebih meneguhkan kebenaran laporan mengenai mujizat yang dilakukan sebelumnya, dan banyaknya mujizat yang terjadi menegaskan bahwa laporan itu tidak perlu dipertanyakan.
                [3] Dalam beberapa kesempatan, para penulis Injil memberikan laporan secara umum mengenai khotbah dan mujizat Kristus, dengan juga merincikan apa yang terjadi, misalnya Matius 4:23-24; 9:35; 11:1; 14:14, 36; 15:30; 19:2; dan masih banyak lagi. Ketika kita berbicara mengenai Kristus, kita memiliki bahan pembicaraan yang berlimpah di hadapan kita. Fakta yang sesungguhnya melampaui banyaknya laporan yang ada, dan sebenarnya, setengahnya saja belum diberitahukan kepada kita. Rasul Paulus mengutip salah satu perkataan Kristus, yang tidak dicatat oleh satu pun dari para penulis Injil (Kis. 20:35), dan tidak diragukan lagi masih ada banyak yang lainnya. Semua perkataan Yesus merupakan pernyataan-pernyataan pendek yang sarat makna dan pengajaran.
            (2) Sejarah dalam Perjanjian Baru tidak sepanjang Perjanjian Lama karena tiga alasan ini:
                [1] Karena tidak perlu menulis lebih banyak lagi. Hal itu tersirat dalam ayat-ayat yang kita lihat di Yohanes ini. Ada banyak hal lain, yang tidak tertulis karena tidak ada alasan untuk menuliskannya. Apa yang sudah tertulis adalah suatu pewahyuan yang cukup jelas mengenai ajaran Kristus dan bukti mengenainya, dan sisanya hanya memiliki kegunaan yang sama. Mereka yang berusaha memakai alasan ini untuk mempertanyakan kecukupan Kitab Suci dalam berfungsi sebagai aturan bagi iman dan ibadah kita, dan karena itu menyatakan perlunya tradisi yang tidak tertulis, mereka ini harus menunjukkan bagian apa dalam tradisi yang lebih sempurna daripada firman yang tertulis. Tetapi kita yakin bahwa pendapat mereka mengenai tradisi itu tidak benar, dan karena itu kita menolaknya. Dengan demikian maka marilah kita waspada, membuat banyak buku tak akan ada akhirnya (Pkh. 12:12). Jika kita tidak percaya dan memanfaatkan apa yang sudah tertulis, maka kita juga tidak akan melakukannya seandainya ada lebih banyak lagi yang tertulis.
                [2] Tidak mungkin menuliskan semuanya itu. Memang mungkin bagi Roh untuk mendiktekannya, namun dari segi sang penulis tidak mungkin baginya untuk menuliskan itu semua. Dunia tidak dapat memuat semua kitab itu. Ini memang suatu pernyataan hiperbolis, yang melebih-lebihkan, tetapi masuk akal, karena pada intinya, yang dimaksudkan di sini hanyalah bahwa penulisan itu akan mengisi berjilid-jilid kitab dalam jumlah yang sangat besar. Kitab yang demikian akan menjadi suatu catatan sejarah yang sangat besar dan tidak ada habis-habisnya, yang hanya akan menyisihkan semua tulisan yang lain, dan tidak menyisakan tempat bagi tulisan-tulisan yang lain itu. Berapa banyak jilid yang akan diisi dengan doa-doa Kristus, jika kita harus mencatat tanpa pengulangan yang sia-sia semua doa yang dipanjatkan-Nya, ketika semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah? Belum lagi jika semua khotbah dan percakapan-Nya diceritakan secara khusus. Juga mujizat-Nya, penyembuhan-Nya, semua pekerjaan-Nya, semua penderitaan-Nya. Itu akan menjadi sesuatu yang tidak ada akhirnya.
                [3] Tidak dianjurkan untuk menulis sebanyak itu, karena dunia benar-benar tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu. Kristus tidak mengatakan semua apa yang bisa saja dikatakan-Nya kepada para murid, karena mereka tidak dapat menerimanya, dan karena alasan yang sama pula, penulis Injil tidak menuliskan apa yang mungkin dapat mereka tuliskan. Dunia tidak dapat memuat, chōrēsai. Itulah kata yang digunakan (8:37), "Firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu." Apa yang dituliskan itu akan sedemikian banyak sehingga tidak akan ada tempat untuk memuatnya. Waktu semua orang akan habis untuk membaca, dan oleh karena itu tugas lainnya akan terbengkalai. Dari apa yang sudah tertulis, banyak hal yang dilewatkan orang, banyak juga yang terlupakan, dan banyak lagi yang menimbulkan perdebatan. Hal ini akan menjadi masalah yang lebih besar lagi seandainya ada begitu banyak buku yang sama andalnya dan sama perlunya, karena sejarah akan membengkak. Terlebih lagi, penting bahwa apa yang sudah tertulis harus direnungkan dan dijabarkan, dan dengan bijaksana Allah menyisakan ruang yang cukup untuk itu. Dalam memberikan pengajaran, para orangtua dan hamba Tuhan harus mempertimbangkan kemampuan orang-orang yang mereka ajar, dan seperti Yakub, mereka harus waspada supaya mereka tidak melampaui batas. Marilah kita bersyukur atas kitab-kitab yang telah ditulis, dan tidak bersikap kurang menghargai karena sederhananya dan ringkasnya kitab-kitab itu. Sebaliknya, dengan tekun kita manfaatkan apa yang menurut Allah sudah cukup untuk diwahyukan. Marilah kita juga rindu untuk berada di sorga, di mana kemampuan kita akan sedemikian ditingkatkan dan diperbesar, sehingga tidak ada risiko bahwa kita akan kewalahan karenanya.

                Sang penulis Injil ini, menyimpulkan dengan kata Amin, dan dengan begitu menandainya dengan meterainya. Marilah kita juga menandainya dengan meterai kita, dengan kata Amin yang lahir dari iman, untuk mengakui Injil, bahwa Injil itu benar, sepenuhnya benar. Dengan kata Amin yang menyatakan rasa yakin atau rasa puas kita terhadap apa yang telah ditulis, karena memampukan kita untuk memahami keselamatan. Amin. Terjadilah demikian.


Label:   Yohanes 21:20-25 



Daftar Label dari Kategori Materi Khotbah Katolik 2019
Lukas 10:1-9(1)
Lukas 15:1-3.11-32(1)
Lukas 18:9-14(1)
Lukas 1:1-4;4:14-21(1)
Lukas 22:14-23:56(1)
Lukas 24:13-35(1)
Lukas 2:22-40(1)
Lukas 4:1-13(1)
Lukas 4:21-30(1)
Lukas 5:1-11(1)
Lukas 5:27-32(1)
Lukas 6:27-38(1)
Lukas 6:39-45(1)
Lukas 9:11b-17(1)
Lukas 9:28b-36(1)
Lukas 9:51-62(1)
Markus 10:13-16(1)
Markus 16:9-15(1)
Markus 6:30-34(1)
Markus 9:2-13(1)
Matius 16:13-19(1)
Matius 5:43-48(1)
Matius 6:24-34(1)
Yohanes 10:27-30(1)
Yohanes 11:1-45(1)
Yohanes 11:45-56(1)
Yohanes 13:31-33a,34-35(1)
Yohanes 14:15-26 14:15-16,23b-26(1)
Yohanes 14:23-29(1)
Yohanes 14:7-14(1)
Yohanes 15:18-21(1)
Yohanes 16:23b-28(1)
Yohanes 17:20-26(1)
Yohanes 21:1-19(1)
Yohanes 21:20-25(1)
Yohanes 2:1-11 (1)
Yohanes 4:5-42(1)
Yohanes 6:16-21(1)
Yohanes 6:60-69(1)
Yohanes 7:40-53(1)
Yohanes 9:1-41(1)




Nama-Nama Bayi Katolik Terlengkap

Kalender Liturgi Katolik 2024 dan Saran Nyanyian

Kalender Liturgi Katolik Desember 2023 dan Saran Nyanyian


Orang Kudus Katolik Dirayakan Desember
Santo-Santa 13 Desember - Santa Lusia (Perawan dan Martir), Santa Odilia atau Ottilia (Pengaku Iman)

MAZMUR TANGGAPAN & BAIT PENGANTAR INJIL
- PASKAH
- KENAIKAN
- PENTAKOSTA
- BIASA



NEXT:
Materi Khotbah Katolik Minggu, 9 Juni 2019 - Yohanes 14:15-26 14:15-16,23b-26 - BcO Rm. 8:5-27. - HARI RAYA PENTAKOSTA - warna liturgi Merah

PREV:
Minggu, 2 Juni 2019 - Yohanes 17:20-26 - BcO 1Yoh. 3:18-24 - HARI MINGGU PASKAH VII, Hari Minggu Komunikasi Sedunia - warna liturgi Putih





Arsip Materi Khotbah Katolik 2019..


Jadwal Misa Gereja Seluruh Indonesia
1. Map/Peta Gereja Katolik di Jakarta
2. Map/Peta Gereja Katolik di Surabaya
3. Map/Peta Gereja Katolik di Makassar
4. Map/Peta Gereja Katolik di Bandung
5. Map/Peta Gereja Katolik di Medan
6. Map/Peta Gereja Katolik di Depok
Agustus - Hati Maria Yang Tidak Bernoda(3)
April - Sakramen Maha Kudus (6)
Bulan Katekese Liturgi(5)
Bulan November - Jiwa-jiwa Kudus di Api penyucian(4)
Bulan Oktober - Bulan Rosario(1)
Bulan Oktober - Bulan Rosario suci(4)
Desember - Bunda Maria yang dikandung tanpa noda(4)
Februari - Keluarga Kudus Yesus Maria Yosep(5)
Ibadah(1)
Januari - Bulan menghormati Nama Yesus(5)
Juli - Darah Mulia(2)
Juni - Hati Kudus Yesus(10)
Maret - Pesta St. Yosep(3)
Mei - Bulan Maria(8)
Penutup Bulan Rosario(1)
Peringatan Arwah(2)
Rabu Abu(1)
SEPTEMBER - TUJUH DUKA MARIA(7)