|
Jumat, 1 November 2024 Renungan Katolik Jumat, 1 November 2024 - Matius 5:1-12a - BcO Wahyu 4:1-11 - HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS#tag: Jumat, 1 November 2024 HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS Why. 7:2-4,9-14; Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6; 1Yoh. 3:1-3; Matius 5:1-12a BcO Wahyu 4:1-11 atau Why. 5:1-14 MT/BPI Edisi Baru: 184, 956 Lama: 841, 956 Saran Nyanyian: PS 616, 618, 641, 642, 643, 700 Warna Liturgi Putih Baca Juga: Matius 5:1-12a Ucapan bahagia 5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. 5:2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: 5:3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. 5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. 5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. 5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. 5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. 5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. 5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. 5:11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. 5:12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga Penjelasan: * Khotbah di Bukit (5:1-2) Dalam ayat-ayat di atas kita melihat gambaran umum tentang khotbah ini. I. Pengkhotbahnya adalah Tuhan Yesus, Raja atas segala pengkhotbah, Nabi Agung dari jemaat-Nya, yang datang ke dunia, untuk menjadi Terang dunia. Para nabi dan Yohanes Pembaptis telah melakukan dengan baik dalam memberitakan firman Tuhan, tetapi Kristus melebihi mereka semua. Dia adalah Hikmat yang kekal, yang ada di pangkuan Bapa bahkan sebelum dunia ada, dan mengetahui kehendak Allah dengan sempurna (Yoh. 1:18). Dia adalah Firman yang kekal, dan melalui Firman itu Ia telah berbicara kepada kita pada zaman akhir ini (Ibr. 1:2). Banyak mujizat kesembuhan yang diadakan Kristus di Galilea, yang telah kita baca pada bagian akhir pasal sebelumnya, dimaksudkan untuk menjadi pembuka jalan bagi khotbah ini, dan untuk menyiapkan hati orang untuk menerima pengajaran dari Dia yang memiliki kuasa dan kebaikan ilahi yang begitu besar. Mungkin khotbah ini juga merupakan ringkasan atau pengulangan dari apa yang telah dikhotbahkan-Nya di rumah-rumah ibadat di Galilea. Inti khotbah-Nya adalah, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat." Khotbah yang sekarang ini adalah mengenai bagian pertama dari inti khotbah tersebut, yaitu untuk menunjukkan apa arti bertobat itu. Artinya adalah pembaruan diri, baik dalam pengakuan maupun dalam praktik. Di sini Yesus mengatakan kepada kita bagaimana kita melakukannya, sebagai jawaban atas pertanyaan, "Dengan cara bagaimanakah kami harus kembali?" (Mal. 3:7). Setelah itu, Ia berkhotbah tentang bagian terakhir dari perikop itu, yaitu dengan menjelaskan seperti apa Kerajaan Sorga itu melalui perumpamaan-perumpamaan (pasal 13). II. Tempatnya di atas sebuah bukit di Galilea. Sama seperti hal-hal lain, dalam hal ini pun Tuhan Yesus tidak dilengkapi dengan tempat yang layak. Dia tidak memiliki tempat yang nyaman untuk berkhotbah di dalamnya, seperti pula tempat untuk meletakkan kepala-Nya, sementara para ahli Taurat dan orang-orang Farisi memiliki kursi Musa sebagai tempat duduk mereka, penuh dengan kemudahan, kehormatan, dan kebesaran, namun di situlah mereka duduk sambil merusak hukum. Sebaliknya, Tuhan Yesus, Sang Guru Kebenaran yang Agung, justru dihalau keluar ke padang gurun, dan tidak ada yang bisa ditemukan-Nya sebagai mimbar selain sebuah bukit, dan bukit ini pun bukanlah salah satu dari gunung-gunung kudus, bukan pula dari gunung-gunung Sion, melainkan hanya sebuah bukit biasa saja. Melalui hal ini Kristus mungkin hendak mengisyaratkan bahwa sekarang di dalam Injil tidak ada tempat-tempat istimewa yang kudus seperti ini lagi, tidak seperti yang sebelumnya ada dalam hukum Taurat. Yang menjadi kehendak Allah sekarang adalah agar manusia berdoa dan memberitakan firman-Nya di mana-mana, di mana saja, asal dilakukan dengan pantas dan tepat. Kristus menyampaikan khotbah yang merupakan uraian tentang hukum Taurat ini dari atas bukit, sebab di atas gunung jugalah hukum Taurat diberikan. Khotbah ini juga merupakan pewartaan hukum Kristiani secara terbuka. Namun, amatilah perbedaannya, ketika hukum Taurat diberikan, Tuhan turun ke gunung itu, tetapi sekarang, Tuhan naik ke atasnya. Dahulu, Ia berbicara melalui guntur dan kilat, sekarang Ia berbicara melalui bunyi angin sepoi-sepoi basa. Dahulu, orang-orang disuruh berdiri jauh-jauh, sekarang mereka diundang untuk datang mendekat. Betapa indahnya perubahan yang terjadi! Jika anugerah dan kebaikan Allah merupakan kemuliaan Allah (yang memang demikian adanya), maka kemuliaan Injil adalah kemuliaan yang melebihi segalanya, sebab anugerah dan kebenaran datang melalui Yesus Kristus (2Kor. 3:7; Ibr. 12:18). Telah dinubuatkan tentang Zebulon dan Isakhar, dua suku dari daerah Galilea (Ul. 33:19), bahwa bangsa-bangsa akan dipanggil mereka datang ke gunung. Ke gunung inilah kita dipanggil, agar belajar mempersembahkan korban sembelihan yang benar. Sekarang bukit ini merupakan gunung TUHAN, tempat Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya (Yes. 2:2-3; Mi. 4:1-2). III. Para pendengar adalah murid-murid-Nya yang datang kepada-Nya. Tampaknya mereka datang karena dipanggil oleh-Nya (bdk. Mrk. 3:13, Luk. 6:13). Kepada merekalah Ia mengarahkan pengajaran-Nya, sebab mereka mengikuti-Nya karena terdorong oleh kasih dan keinginan untuk belajar, sementara yang lain hanya datang untuk mencari kesembuhan. Ia mengajar mereka, sebab mereka bersedia diajar (Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati [Mzm. 25:9]); sebab mereka mau mengerti apa yang diajarkan-Nya, yang bagi orang lain hanyalah suatu kebodohan. Ia juga mengajar mereka karena kelak mereka harus mengajarkannya kepada orang lain, dan oleh sebab itu wajiblah kalau mereka sendiri harus memiliki pengetahuan yang jelas dan nyata mengenai hal-hal tersebut. Kewajiban-kewajiban yang digambarkan dalam khotbah ini harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh semua orang yang akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, yang untuk mendirikannyalah mereka diutus, dengan harapan akan mendapatkan manfaat darinya. Namun, meskipun khotbah ini ditujukan kepada para murid, orang banyak itu pun turut mendengarnya, sebab dikatakan (7:28), Takjublah orang banyak itu. Di atas bukit ini tidak ada larangan bagi orang banyak untuk datang mendekat, seperti yang terjadi di Gunung Sinai (Kel. 19:12), sebab melalui Kristus, kita beroleh jalan masuk menuju Allah, bukan saja untuk berbicara kepada-Nya, tetapi juga untuk mendengar dari-Nya. Saat menyampaikan khotbah, Ia juga memperhatikan orang banyak itu. Ketika kemasyhuran mujizat-mujizat-Nya menarik orang banyak datang berkerumun, Ia mengambil kesempatan untuk mengajar khalayak ramai yang terkumpul itu. Perhatikanlah, bagi seorang pelayan Tuhan yang setia, sungguh membakar semangat kalau bisa melemparkan jala Injil ke tempat di mana banyak jiwa berkumpul, dengan harapan ada sejumlah orang yang akan terjaring. Saat melihat orang banyak, hati seorang pengkhotbah akan bersemangat, namun dorongan yang timbul haruslah demi kepentingan orang banyak itu, dan bukan untuk kehormatan diri sendiri. IV. Khotbah ini sangat khidmat, seperti tampak dalam kata-kata setelah Ia duduk. Kristus memang sering berkhotbah, tetapi biasanya dalam bentuk dialog atau percakapan. Namun, kali ini khotbah-Nya sangat khidmat seperti yang biasa dilakukan orang, kathisantos autou, ketika Ia duduk agar dapat didengar sebaik mungkin. Ia duduk sebagai seorang Hakim atau Pemberi Hukum. Hal ini menyiratkan betapa hal-hal mengenai Allah harus dibicarakan dan didengar dengan penuh ketenangan pikiran serta kesabaran hati. Ia duduk, agar Kitab Suci digenapi (Mal. 3:3), Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak, untuk membersihkan ajaran anak-anak Lewi yang sudah rusak. Sebagai Hakim yang adil Ia duduk di atas takhta (Mzm. 9:5), sebab perkataan-Nya akan menghakimi kita. Kalimat Maka Yesus pun mulai berbicara (Dalam KJV: Ia membuka mulut-Nya -- pen.) diterjemahkan dari ungkapan bahasa Ibrani yang artinya "berbicara," seperti dalam Ayub 3:1. Namun, menurut beberapa orang, ungkapan Ia membuka mulut-Nya juga mengisyaratkan kesungguhan dari khotbah ini. Dengan ungkapan "membuka mulut," maksudnya, Yesus menaikkan suara-Nya supaya bisa berbicara dengan lebih keras lagi daripada biasanya, karena kerumunan orang yang sangat banyak itu. Dahulu Ia berbicara dengan perantaraan semua hamba-Nya, para nabi, dan membuka mulut mereka (Yeh. 3:27; 24:27; 33:22), tetapi sekarang Ia membuka mulut-Nya sendiri, dan berbicara dengan bebas, sebagai orang yang berkuasa. Salah seorang penulis klasik berkata mengenai hal ini, bahwa Kristus mengajar banyak tanpa membuka mulut-Nya melainkan melalui teladan kehidupan-Nya yang kudus. Demikianlah, meskipun saat dibawa ke pembantaian seperti seekor domba, Ia tidak membuka mulut-Nya, namun sekarang Ia membuka mulut-Nya, saat Ia mengajar, agar genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci. Dalam Amsal 8:1-2, 6 tertulis, Bukankah hikmat berseru-seru ... di atas tempat-tempat yang tinggi? Dan juga, membuka bibir tentang perkara-perkara yang tepat. Ia mengajar mereka, sesuai dengan janji, Semua anakmu akan menjadi murid Tuhan (Yes. 54:13). Untuk tujuan inilah Ia memiliki lidah seorang murid (Yes. 50:4) dan Roh TUHAN Allah (Yes. 61:1). Ia mengajar mereka tentang kejahatan apa saja yang harus mereka benci, dan kebaikan apa yang harus mereka kerjakan dan miliki dengan berlimpah, sebab Kekristenan bukanlah sesuatu yang berada di awan-awan, tetapi sudah dirancang untuk mengatur jalan pikiran kita dan tujuan percakapan kita. Masa Injil adalah masa pembaruan (Ibr. 9:10), dan melalui Injil-lah kita harus diperbarui, harus dijadikan baik, harus dijadikan lebih baik. Kebenaran, seperti yang ada di dalam Yesus, adalah kebenaran seperti yang tampak dalam ibadah (Tit. 1:1). * Ucapan Bahagia (5:3-12) Kristus mengawali khotbah-Nya dengan ucapan-ucapan berkat, sebab Ia datang ke dunia untuk memberkati kita (Kis. 3:26), sebagai Imam Besar yang kita akui, sebagai Melkisedek yang terberkati, sebagai Dia yang oleh-Nya semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat (Kej. 12:3). Ia datang bukan saja untuk membawa berkat bagi kita, melainkan juga untuk mencurahkan dan menyatakannya ke atas kita. Di sini Ia melakukannya sebagai orang yang berkuasa, sebagai orang yang mampu memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya, dan itulah berkat yang di sini berulang kali dijanjikan kepada orang-orang benar. Kalau Ia menyebut mereka berbahagia, maka jadilah mereka seperti itu, sebab mereka yang diberkati-Nya, benar-benar akan terberkati. Perjanjian Lama diakhiri dengan kutuk (Mal. 4:6), sedangkan Injil diawali dengan berkat, karena untuk itulah kita dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Setiap berkat yang diucapkan Kristus di sini mempunyai tujuan ganda: . Untuk menunjukkan siapa yang benar-benar dapat disebut berbahagia, dan seperti apa watak mereka. . Apa saja yang terkandung dalam kebahagiaan yang sejati, yakni dalam janji-janji yang diberikan kepada orang-orang yang memiliki watak-watak tertentu yang membuat mereka berbahagia itu. Sekarang perhatikan lagi: . Hal ini dirancang untuk meralat kekeliruan-kekeliruan yang merusak dalam dunia yang buta dan bersifat kedagingan ini. Kebahagiaan merupakan hal yang dicari-cari manusia. Siapa yang akan memperlihatkan yang baik kepada kita? (Mzm. 4:7). Namun, kebanyakan orang pada akhirnya akan keliru dan membentuk gagasan yang salah mengenai kebahagiaan, sehingga tidak heran kalau mereka salah jalan. Mereka memilih khayalan mereka sendiri dan bersahabat dengan bayangan. Pendapat umum yang berlaku adalah, Berbahagialah orang yang kaya, yang hebat, yang terhormat di dunia, karena orang-orang demikian menghabiskan waktu dalam kegembiraan dan hidup mereka dalam kesenangan. Mereka melahap lemak, mereguk minuman manis, dan memamerkan semua yang dimiliki dengan sombong, serta mengingini semua orang membungkuk di hadapan mereka. Berbahagialah semua orang yang demikian keadaannya. Rancangan, maksud, dan tujuan mereka semuanya sama seperti ini. Mereka memuji orang yang loba (Mzm. 10:3); mereka ingin menjadi kaya. Sekarang Tuhan Yesus telah datang untuk meralat kesalahan yang mendasar ini, untuk mengajukan sebuah pandangan yang baru, dan untuk memberi kita gagasan yang berbeda mengenai apa itu kebahagiaan dan apa itu yang disebut orang-orang yang berbahagia. Meskipun hal ini tampak berlawanan bagi orang-orang yang penuh prasangka, namun, bagi semua orang yang telah mendapat penerangan yang baik, pandangan baru ini merupakan aturan dan ajaran yang berbicara mengenai kebenaran kekal dan kepastian, dan berdasarkan semuanya ini kita nanti akan dihakimi. Oleh sebab itu, bila hal ini yang menjadi awal pengajaran Kristus, maka awal dari kehidupan sehari-sehari orang Kristen pun harus mengikuti ukuran kebahagiaan menurut dalil-dalil (atau dasar-dasar) kebahagiaan yang diajukan Kristus itu, dan usaha untuk mencari kebahagiaan itu harus disesuaikan dengan dalil-dalil tersebut. . Isi khotbah itu dirancang untuk menghapus rasa tawar hati orang-orang yang lemah dan miskin yang telah menerima Injil, dengan meyakinkan mereka bahwa Injil-Nya bukan hanya untuk membahagiakan orang-orang yang berlimpah dengan karunia dan anugerah, yang penuh dengan penghiburan dan yang banyak memberikan hasil saja, melainkan juga untuk membahagiakan mereka yang terkecil dalam Kerajaan Sorga, yang hatinya tulus di hadapan Allah. Mereka ini akan berbahagia mendapat kehormatan dan berbagai hak istimewa dari Kerajaan Sorga itu. . Khotbah itu dirancang untuk mengundang jiwa-jiwa datang kepada Kristus, dan untuk mempersiapkan jalan bagi hukum-Nya agar dapat masuk ke dalam hati mereka. Kristus bukan mengucapkan berkat-berkat ini di akhir khotbah sebagai salam perpisahan dengan khalayak ramai itu, tetapi di awalnya, untuk mempersiapkan mereka bagi hal-hal yang akan dikatakan selanjutnya. Hal ini bisa mengingatkan kita akan Gunung Gerizim dan Gunung Ebal (Ul. 27:12 dst.), ketika itu hukum berkat dan kutuk dari hukum Taurat dibacakan di hadapan umat Israel. Di sana kutuk dinyatakan, dan berkat hanya disiratkan saja (tidak dinyatakan terang-terangan). Sebaliknya, di sini, dalam khotbah Kristus ini, berkat dinyatakan, dan kutuk hanya disiratkan saja. Dalam kedua peristiwa ini, kehidupan dan kematian diperhadapkan kepada kita. Namun, hukum (Taurat) itu tampaknya lebih berfungsi untuk menekankan kematian, yakni untuk menjauhkan kita dari dosa. Tetapi, Injil berfungsi sebagai pemberi kehidupan, untuk menarik kita kepada Kristus, yang hanya di dalam diri-Nya saja segala kebaikan akan diperoleh. Orang-orang yang telah melihat berbagai kesembuhan mulia yang dibuat tangan-Nya (4:23-24), dan sekarang mendengar kata-kata mulia yang diucapkan-Nya, akan berkata bahwa Dia sepenuhnya adalah kasih dan manis. . Khotbah-Nya dirancang untuk menetapkan dan meringkaskan pasal-pasal kesepakatan antara Allah dan manusia. Jangkauan dari penyataan ilahi itu adalah untuk memberitahukan kita mengenai apa yang diharapkan Allah dari kita dan apa yang kemudian boleh kita harapkan dari-Nya. Dan selain dalam khotbah ini, tidak ada tempat lain lagi di mana semuanya ini dirumuskan dengan begitu lengkap, dan semuanya dihubungkan dengan tepat satu sama lainnya. Inilah Injil yang perlu kita percayai, karena apalah artinya iman kalau tidak ada persesuaian dengan sifat-sifat yang diuraikan dalam khotbah ini dan kalau tidak ada kebergantungan pada janji-janji ini? Di sini, jalan menuju kebahagiaan dibuka dan dijadikan jalan raya (Yes. 35:8), dan ini keluar dari mulut Yesus Kristus, yang mengisyaratkan bahwa dari Dia dan oleh Dia-lah kita akan menerima baik benih maupun buahnya, baik anugerah yang diperlukan maupun kemuliaan yang dijanjikan. Tidak ada yang dapat melintas di antara Allah dan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa kecuali melalui tangan-Nya. Berbeda dari kebanyakan orang, beberapa orang kafir yang bijaksana memiliki pemahaman mengenai hidup yang diberkati dan tampak mendekati pengertian yang diberikan Penyelamat kita. Seneca, misalnya, yang berusaha menggambarkan apa itu orang yang diberkati atau berbahagia, berpendapat bahwa hanya orang yang jujur dan baik yang dapat disebut demikian, De Vita Beata (bab 4). Cui nullum bonum malumque sit, nisi bonus malusque animus -- Quem nec extollant fortuita, nec frangant -- Cui vera voluptas erit voluptatum contemplio -- Cui unum bonum honestas, unum malum turpitudo. -- Bagi orang (yang diberkati atau berbahagia) tersebut, tidak ada yang baik atau jahat, yang ada hanyalah hati yang baik atau jahat -- Baginya tidak ada kejadian yang bisa membuatnya menjadi sombong atau jatuh -- Yang kesenangan sejatinya adalah menganggap hina kesenangan -- Baginya satu-satunya hal yang baik adalah kebajikan, dan satu-satunya kejahatan adalah perbuatan keji. Di sini Juruselamat kita memberikan delapan sifat orang yang diberkati atau berbahagia, yang melambangkan kebaikan-kebaikan utama orang Kristen. Untuk setiap sifat itu, suatu berkat atau kebahagiaan untuk masa kini dinyatakan, berbahagialah orang yang, dan untuk masing-masing juga dijanjikan suatu berkat untuk masa akan datang, yang diungkapkan dengan berbagai cara yang sesuai dengan sifat kebaikan atau kewajiban yang disarankan untuk dilakukan. Jadi, siapakah sebenarnya yang disebut berbahagia? Jawabannya adalah: I. Orang yang miskin di hadapan Allah adalah orang yang berbahagia (ay. 3). Ada kemiskinan rohani yang begitu menghalangi orang menerima berkat atau kebahagiaan, sehingga merupakan dosa dan jerat, seperti kekecutan hati dan ketakutan mendasar, serta kesediaan untuk menyerah pada hawa nafsu. Namun, kemiskinan jiwa yang disebut di sini adalah suatu keadaan jiwa yang mulia, di mana kita dikosongkan agar dapat diisi oleh Yesus Kristus. Menjadi miskin di hadapan Allah berarti: . Merasa puas di tengah kemiskinan, bersedia dikosongkan dari kekayaan duniawi jika hal itu menjadi kehendak Allah bagi kita, dan menilik keadaan kita saat kita sedang dalam kondisi yang kurang. Di dunia ini banyak orang yang miskin tetapi penuh keangkuhan, miskin dan sombong, dan menggerutu dan mengeluh, serta mempersalahkan nasib mereka. Namun, kita harus menyesuaikan diri dengan kemiskinan kita, kita harus tahu apa itu kekurangan (Flp. 4:12). Sambil mengakui kebijaksanaan Allah yang menentukan kita mengalami kemiskinan, kita harus tetap merasa nyaman, sabar menanggung kesukaran yang disebabkan kemiskinan itu, mensyukuri apa yang ada pada kita, dan memanfaatkannya sebaik mungkin. Ini berarti merasa tidak terikat pada semua kekayaan duniawi, tidak mencondongkan hati kita kepadanya, tetapi dengan senang hati menanggung kerugian dan kekecewaan yang mungkin menimpa kita ketika sedang dalam kemakmuran. Ini bukan berarti membuat diri miskin karena terdorong kesombongan dan kemunafikan, dengan membuang semua yang diberikan Allah kepada kita, seperti halnya yang dilakukan sebagian umat Kristen tertentu yang berikrar untuk hidup miskin, namun masih terpikat dengan berbagai kekayaan. Jika kita kaya di dunia, kita harus miskin di hadapan Allah. Artinya, kita harus bersikap rendah hati terhadap orang miskin dan ikut merasakan perasaan mereka, misalnya tersentuh oleh kelemahan mereka. Kita harus bersiap menghadapi kemiskinan, tidak boleh takut atau menghindarinya secara berlebihan, melainkan harus menyambutnya, terutama ketika kemiskinan itu menimpa kita untuk menjaga agar hati nurani kita tetap terpelihara (Ibr. 10:34). Ayub seorang yang miskin di hadapan Allah, ketika ia memuji Allah karena mengambil, maupun memberi. . Bersikap rendah hati di mata kita sendiri. Menjadi miskin di hadapan Allah berarti berpikir sederhana mengenai diri sendiri, siapa kita, apa yang kita miliki dan lakukan. Dalam Perjanjian Lama, orang miskin sering kali menjadi gambaran orang rendah hati dan menyangkal diri, kebalikan dari orang-orang yang hidup nyaman dan sombong. Miskin di hadapan Allah berarti kita melihat diri sendiri seperti kanak-kanak, lemah, bodoh, dan tidak berarti (18:4; 19:14). Jemaat Laodikia miskin dalam hal-hal rohani, melarat dan malang, namun mereka merasa kaya dalam batin mereka, begitu berlimpah dengan harta sehingga merasa tidak kekurangan apa-apa (Why. 3:17). Di pihak lain, Paulus kaya dalam hal-hal rohani, unggul dalam hal karunia dan anugerah, namun merasa miskin di hadapan Allah, yang paling hina dari semua rasul, lebih rendah daripada yang paling hina di antara semua orang suci, dan sama sekali tidak berguna menurut pengakuannya sendiri. Miskin di hadapan Allah berarti memandang hina diri sendiri dengan cara yang kudus, menghargai orang lain, dan menganggap diri tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Ini berarti bersedia membuat diri tampak tidak berharga, biasa saja, dan kecil untuk melakukan kebaikan, untuk menjadi segala-galanya bagi semua orang. Ini berarti mengakui bahwa Allah besar dan kita kecil, bahwa Dia kudus dan kita berdosa, bahwa Dia segalanya dan kita sama sekali tidak ada apa-apanya, lebih rendah dan lebih buruk daripada segalanya, dan kita harus merendahkan diri di hadapan-Nya serta berada di bawah tangan-Nya yang penuh kuasa. . Miskin di hadapan Allah berarti menanggalkan seluruh rasa keyakinan diri terhadap kebenaran dan kekuatan kita sendiri, supaya dengan demikian kita dapat mengandalkan kebaikan Kristus saja untuk membenarkan kita, dan mengandalkan Roh serta anugerah-Nya untuk pengudusan kita. Hati pemungut cukai yang patah dan remuk penyesalan saat memohon belas kasihan karena merasa diri sebagai orang berdosa itulah yang disebut miskin di hadapan Allah. Kita harus menyebut diri kita miskin di hadapan Allah, karena selalu menginginkan anugerah Allah, senantiasa memohon kepada Allah, dan selalu bergantung pada-Nya. Sekarang perhatikanlah: (1) Kemiskinan di hadapan Allah ini ditempatkan pada urutan pertama di antara semua kebaikan Kristen. Para filsuf tidak memperhitungkan kerendahan hati sebagai salah satu kebajikan moral mereka, tetapi Kristus menempatkannya di urutan pertama. Penyangkalan diri adalah pelajaran pertama yang harus dipelajari di sekolah-Nya, dan miskin di hadapan Allah dijadikan ucapan bahagia pertama dalam khotbah-Nya. Dasar bagi semua anugerah lainnya adalah kerendahan hati. Orang-orang yang hendak membangun sampai tinggi harus mengawalinya dari bawah. Kerendahan hati merupakan persiapan yang sangat istimewa untuk masuknya anugerah Injil ke dalam jiwa, bagaikan tanah yang siap menerima benih. Orang-orang yang letih lesu dan berbeban berat, mereka inilah yang miskin di hadapan Allah, dan mereka akan menemukan kelegaan bersama Kristus. (2) Mereka berbahagia atau diberkati. Di dunia ini mereka mengalami hal tersebut. Allah memandang mereka dengan penuh belas kasihan. Mereka adalah anak-anak kesayangan-Nya, dan memiliki malaikat masing-masing. Ia memberikan lebih banyak anugerah kepada mereka. Mereka menjalani kehidupan yang paling nyaman, merasa nyaman, baik dengan diri sendiri maupun dengan segala sesuatu di sekeliling mereka, dan tidak kekurangan apa pun. Sebaliknya, mereka yang berjiwa sombong akan selalu merasa tidak tenang. (3) Merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Kerajaan anugerah terdiri dari orang-orang yang demikian. Hanya mereka sajalah yang cocok untuk menjadi anggota gereja Kristus, yang disebut kumpulan orang-orang yang tertindas (Mzm. 74:19). Kerajaan kemuliaan itu dipersiapkan bagi mereka. Orang-orang yang merendahkan diri seperti ini, yang mematuhi Allah saat Ia merendahkan mereka, akan ditinggikan. Jiwa congkak dan sombong akan musnah bersama kemuliaan segala kerajaan di bumi. Namun, jiwa yang rendah hati, lemah lembut, dan patuh akan memperoleh kemuliaan Kerajaan Sorga. Kita mudah berpikir bahwa orang-orang kaya yang menikmati kekayaan mereka pastilah yang empunya Kerajaan Sorga, sebab dengan kekayaan itu mereka dapat mengumpulkan harta untuk waktu yang akan datang. Tetapi apa yang dapat dilakukan orang miskin yang tidak mempunyai sarana untuk mengerjakan kebaikan? Oh ketahuilah, kebahagiaan yang sama ini juga dijanjikan kepada orang-orang miskin yang merasa puas dengan keadaan mereka, seperti halnya kepada orang-orang kaya yang berguna. Jika saya tidak sanggup memberi dengan hati gembira demi Dia karena kekurangan, tetapi dapat menanggung kekurangan dengan hati gembira demi Dia, ini pun akan mendapatkan balas jasa. Bukankah kita melayani Tuan yang baik? II. Orang yang berdukacita adalah orang yang berbahagia (ay. 4). Berbahagialah orang yang berdukacita. Ini berkat lain yang aneh namun sesuai dengan berkat sebelumnya. Orang miskin sudah terbiasa berdukacita, dan orang yang miskin namun tetap bersyukur juga akan berdukacita dengan tetap bersyukur. Kita cenderung berpikir, berbahagialah orang yang bersukacita. Namun, Kristus, yang juga seorang yang sangat berdukacita, berkata, "Berbahagialah orang yang berdukacita." Ada dukacita yang merupakan dosa, yang merupakan musuh bagi berkat -- dukacita yang dari dunia, yakni kemurungan karena rasa putus asa atas hal rohani, dan dukacita teramat sangat atas hal yang bersifat sementara. Ada juga dukacita alami yang bisa mendatangkan berkat, melalui anugerah Allah yang bekerja di dalamnya, yang menguduskan kesusahan yang membuat kita berduka itu. Namun, ada sebuah dukacita yang benar-benar mulia, yang memenuhi syarat untuk mendapat berkat, yang menunjukkan suatu kesungguhan, yang menunjukkan pikiran yang mematikan kesenangan diri, yang merupakan dukacita yang sesungguhnya, yakni: . Dukacita karena menyesali dosa-dosa kita sendiri. Ini adalah dukacita menurut kehendak Allah, dukacita karena berdosa, dengan mata yang tertuju kepada Kristus (Za. 12:10). Para penduka seperti inilah yang menjadi milik Allah, yang menjalani hidup yang penuh pertobatan, yang meratapi natur mereka yang rusak dan semua pelanggaran mereka yang banyak, yang menyadari bahwa Allah telah menjauh dari mereka. Mereka juga, demi kehormatan Allah, berkabung atas dosa-dosa orang lain dan berkeluh kesah karena segala perbuatan-perbuatan keji (Yeh. 9:4). . Perkabungan yang penuh tenggang rasa atas kesusahan orang lain, yakni perkabungan orang-orang yang menangis dengan orang yang menangis, yang berdukacita atas malapetaka, atas kehancuran Sion (Zef. 3:18; Mzm. 137:1), dan terutama lagi perkabungan yang memandang jiwa-jiwa yang akan binasa dengan penuh belas kasihan, yang meratapi mereka, seperti Kristus menangisi Yerusalem. Para penduka yang mulia ini (1) Berbahagia. Sama seperti dalam tawa yang sia-sia dan penuh dosa, hati dapat merana, demikian pula dalam dukacita yang penuh anugerah, hati dipenuhi dengan sukacita dan kepuasan yang orang lain tidak dapat turut merasakannya. Mereka berbahagia, sebab mereka seperti Tuhan Yesus, seorang yang penuh dukacita, yang tidak pernah kita baca bahwa Ia tertawa, melainkan sering kali justru menangis. Mereka dipersenjatai untuk melawan berbagai godaan yang datang bersama kesenangan duniawi yang sia-sia. Mereka juga dipersiapkan untuk menerima penghiburan yang berupa pengampunan yang sudah dimeteraikan dan damai sejahtera yang sudah disediakan bagi mereka. (2) Akan dihibur. Walaupun mungkin saja mereka tidak langsung dihibur, sejumlah besar penghiburan sudah disiapkan untuk mereka. Terang sudah tersedia bagi mereka, dan di sorga pastilah mereka akan dihibur, seperti Lazarus (Luk. 16:25). Perhatikanlah, kebahagiaan sorgawi itu merupakan keadaan di mana orang menjadi terhibur secara sempurna dan kekal, serta keadaan di mana segala air mata dihapus dari mata mereka. Ini adalah sukacita karena TUHAN, sukacita dan kesenangan penuh untuk selama-lamanya, yang akan terasa manis berlipat ganda bagi orang-orang yang telah dipersiapkan melalui dukacita menurut kehendak Allah itu. Sorga akan menjadi sorga yang sesungguhnya bagi mereka yang sekarang ini berdukacita. Sorga akan menjadi tempat tuaian sukacita, upah bagi mereka yang menabur dengan air mata (Mzm. 126:5-6). Sorga akan menjadi gunung sukacita, ke sanalah jalan kita, menuju dengan melewati lembah air mata (Yes. 66:10). III. Orang yang lemah lembut adalah orang yang berbahagia (ay. 5). Berbahagialah orang yang lemah lembut. Orang yang lemah lembut adalah mereka yang dengan tenang tunduk kepada Allah, kepada perkataan-Nya, dan kepada tongkat-Nya. Mereka mengikuti petunjuk-Nya, menaati rancangan-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang (Tit. 3:2). Mereka mampu menanggung hasutan tanpa terbakar kemarahan olehnya, bersikap diam atau menanggapi dengan jawaban lembut. Mereka dapat menunjukkan rasa tidak senang bila memang ada alasan untuk itu, tanpa terseret ke dalam sikap yang tidak pantas. Mereka tetap berkepala dingin ketika yang lain terbakar emosi, dan dengan sabar menguasai jiwa mereka sendiri saat nyaris tidak mempunyai apa pun. Mereka inilah yang disebut lemah lembut, yang jarang dan hampir tidak pernah dapat dihasut, malah sebaliknya, mereka cepat dan mudah ditenangkan. Karena mampu mengendalikan diri, mereka lebih suka memaafkan dua puluh perlakuan buruk daripada membalas dendam atas salah satunya. Di sini, orang-orang yang lemah lembut ini digambarkan sebagai orang yang berbahagia, sekalipun di dunia ini. . Mereka berbahagia, atau diberkati, sebab mereka serupa dengan Yesus yang diberkati, dan dalam hal itu mereka harus belajar dari-Nya (11:29). Mereka serupa dengan Allah yang terberkati itu sendiri, yang adalah Tuan atas amarah-Nya, dan yang tidak dikuasai murka. Mereka berbahagia, sebab mereka memiliki penghiburan yang paling nyaman dan tidak terganggu, yang berasal dari diri sendiri, dari sahabat-sahabat, dan dari Allah mereka. Orang-orang ini selalu merasa cocok dengan hubungan, keadaan, dan teman mana pun. Mereka cocok untuk hidup, dan cocok pula untuk mati. . Mereka akan memiliki bumi. Kata-kata ini dikutip dari Mazmur 37:11, dan hampir merupakan satu-satunya janji duniawi yang sementara sifatnya yang terdapat di dalam seluruh Perjanjian Baru. Bukan berarti bahwa mereka akan selalu memiliki sebagian besar dari bumi ini. Besar kemungkinan mereka justru tidak akan memilikinya. Sebaliknya, bentuk kesalehan ini, dalam cara yang khusus, memiliki janji tentang hidup yang sekarang ini. Sikap lemah lembut, sekalipun dihina dan direndahkan seperti apa pun, cenderung dapat meningkatkan kesehatan, kekayaan, kenyamanan, dan keamanan kita, bahkan di dunia ini. Orang yang lemah lembut dan tenang tampak menjalani kehidupan yang paling mudah, dibandingkan orang yang lancang dan penuh pergolakan. Atau, mereka akan memiliki negeri (begitulah yang dapat ditafsirkan), tanah Kanaan, yang merupakan bayang-bayang dari sorga. Dengan demikian segala berkat dari sorga di atas, dan segala berkat di bumi yang di bawah, merupakan bagian orang yang lemah lembut. IV. Mereka yang lapar dan haus akan kebenaran adalah orang yang berbahagia (ay. 6). Beberapa orang menangkap perkataan ini sebagai contoh selanjutnya mengenai kemiskinan lahiriah kita dan keadaan buruk dunia ini, yang bukan saja memperhadapkan manusia kepada kerugian dan kesalahan, namun membuat mereka mencari keadilan dengan sia-sia. Mereka lapar dan haus akan keadilan, tetapi kekuatan para penindas mereka begitu besar sehingga mereka tidak dapat memperoleh keadilan itu. Mereka hanya mendambakan keadilan dan persamaan hak, namun dicegah oleh orang-orang yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati manusia. Ini benar-benar hal yang menyedihkan! Namun demikian, berbahagialah mereka, jika mereka menderita berbagai kesusahan ini untuk dan dengan hati nurani yang baik. Biarlah mereka berharap kepada Allah yang akan menegakkan keadilan dan mendatangkan kebenaran, serta membebaskan si malang dari para penindas mereka (Mzm. 103:6). Orang-orang yang menanggung penindasan dengan hati puas dan dengan tenang, datang kepada Allah untuk menyampaikan persoalan mereka, pada waktunya nanti akan dipuaskan dengan luar biasa dalam hikmat serta kebaikan yang akan diperlihatkan melalui penampakan-Nya kepada mereka. Namun, sudah tentu kebenaran di sini harus dipahami secara rohani, yaitu suatu keinginan yang luhur akan pekerjaan anugerah Allah bagi jiwa, yang membuat orang menjadi layak menerima berkat-berkat dari karunia ilahi. . Kebenaran yang dimaksudkan di sini adalah semua berkat rohani (Mzm. 24:5; Mat. 6:33). Semuanya ini dibeli untuk kita melalui kebenaran Kristus, yang disampaikan dan ditegaskan dengan memperhitungkan kebenaran itu sebagai milik kita, serta diperkuat oleh kesetiaan Allah. Melalui pengorbanan Kristus, Allah membenarkan kita dan di dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah, agar manusia diperbarui seutuhnya dalam kebenaran, sehingga menjadi manusia baru yang menyandang gambar Allah dan memiliki bagian di dalam Kristus dan janji-janji-Nya -- inilah kebenaran itu. . Kita harus lapar dan haus akan hal-hal ini. Kita harus benar-benar merindukan hal-hal ini seperti orang yang lapar dan haus merindukan makanan dan minuman, yang tidak dapat dipuaskan kecuali dengan makanan dan minuman, dan baru merasa puas dengan hal-hal ini meskipun masih kekurangan akan hal-hal lainnya. Kerinduan kita akan berkat-berkat rohani harus sungguh-sungguh dan sangat mendesak. "Berikanlah ini kepadaku; kalau tidak, aku akan mati; semua hal lain adalah sampah dan sekam, tidak memuaskan. Berikanlah berkat-berkat rohani ini kepadaku, maka puaslah aku, meskipun yang lainnya tidak aku miliki." Lapar dan haus merupakan selera yang sering berulang kembali dan membutuhkan pemuasan yang segar. Juga, keinginan-keinginan kudus tidak selamanya puas dengan apa yang sudah didapatkan, melainkan mencari meminta pengampunan baru, dan curahan anugerah yang segar setiap hari. Jiwa yang disegarkan senantiasa membutuhkan makanan kebenaran dan anugerah untuk melaksanakan pekerjaan hari lepas hari, sama seperti tubuh jasmani membutuhkan makanan. Bila orang yang lapar dan haus harus bekerja keras untuk mendapatkan persediaan, demikian pula kita tidak boleh hanya menginginkan berkat-berkat rohani saja, melainkan juga harus bersusah payah untuk mendapatkannya dengan menggunakan berbagai sarana yang telah ditetapkan. Dalam Katekismus praktisnya, Dr. Hammond membedakan antara lapar dan haus. Lapar adalah keinginan akan makanan supaya tetap bertahan, seperti misalnya kebenaran yang menguduskan. Haus adalah keinginan akan minuman untuk menyegarkan, seperti misalnya kebenaran yang membenarkan dan perasaan diampuni. Orang-orang yang lapar dan haus akan berkat-berkat rohani, berbahagia dengan keinginan-keinginannya itu dan akan dipuaskan dengan berkat-berkat itu. (1) Mereka berbahagia dalam keinginan-keinginan itu. Walaupun tidak semua keinginan akan anugerah merupakan anugerah (keinginan yang dibuat-buat dan samar bukanlah anugerah), keinginan akan berkat-berkat rohani seperti ini merupakan anugerah, karena keinginan tersebut mengandung suatu bukti akan sesuatu yang baik dan mengandung suatu kesungguhan akan sesuatu yang lebih baik. Ini adalah keinginan yang dibangkitkan oleh Allah sendiri, dan Ia tidak akan meninggalkan karya tangan-Nya sendiri. Bagaimanapun, jiwa akan selalu merasa lapar dan haus akan sesuatu. Oleh sebab itu orang-orang yang mengaitkan lapar dan haus diri pada perkara yang benar, yang memuaskan dan tidak memperdayakan, dan yang tidak menginginkan abu (Am. 2:7; Yes. 55:2), mereka akan diberkati. (2) Mereka akan dipenuhi dengan berkat-berkat itu. Allah akan memberikan apa yang mereka rindukan guna melengkapkan kepuasan mereka. Hanya Allah sendirilah yang mampu mengisi jiwa. Anugerah dan perkenan-Nya cukup bagi keinginan yang benar, dan Ia akan memenuhi orang-orang itu dengan kasih karunia demi kasih karunia (anugerah demi anugerah), karena mereka telah mengosongkan diri dan mengalami kepenuhan-Nya. Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar (Luk. 1:53), membuat segar mereka (Yer. 31:25). Kebahagiaan sorga pasti akan memenuhi jiwa. Kebenaran mereka akan menjadi lengkap, begitu pula mereka akan mengalami perkenan dan gambaran Allah dalam segala kesempurnaannya. V. Orang yang murah hatinya adalah orang berbahagia (ay. 7). Ayat ini, sama seperti yang lainnya, bersifat paradoks, sebab orang yang murah hati biasanya tidak akan dianggap sebagai orang yang sangat bijak, dan juga tidak akan mungkin bisa menjadi yang terkaya, namun Kristus menyebut mereka berbahagia. Mereka adalah orang-orang yang murah hati, yang saleh dan dermawan dalam menaruh belas kasihan, menolong, dan membantu orang-orang yang ditimpa kemalangan. Untuk menjadi orang yang benar-benar murah hati, seseorang tidak perlu memiliki kekayaan yang berlimpah, karena yang diterima Allah adalah hati yang bersedia memberi. Tidaklah cukup bagi kita untuk hanya menanggung penderitaan sendiri dengan sabar, tetapi lebih dari itu, kita juga, sebagai orang Kristen yang penuh simpati, harus turut mengambil bagian dalam penderitaan saudara-saudara kita. Rasa belas kasihan harus diperlihatkan (Ayb. 6:14), dan belas kasihan harus dikenakan (Kol. 3:12), dan setelah dikenakan, harus tampak dalam memberi semampu kita guna membantu orang-orang yang ditimpa kemalangan. Kita harus menaruh belas kasihan pada jiwa-jiwa lain dan menolong mereka. Kita harus iba terhadap orang bebal dan menasihati mereka; iba terhadap orang yang lalai dan memperingatkan mereka; iba terhadap orang-orang berdosa, dan menarik mereka seperti puntung yang ditarik dari api. Kita harus menaruh belas kasihan terhadap orang-orang yang murung dan berduka, serta menghibur hati mereka (Ayb. 16:5). Terhadap orang-orang yang memanfaatkan kita, janganlah bersikap kasar dan keras terhadap mereka. Terhadap orang-orang yang berkekurangan, kita penuhi kebutuhan mereka. Jika kita menolak melakukan semuanya ini, maka apa pun yang kita perbuat, sama saja dengan menutup pintu hati kita (Yak. 2:15-16; 1Yoh. 3:17). Serahkan dan pecah-pecahkan rotimu bagi orang yang lapar (Yes. 58:7,10). Tetapi bukan hanya itu saja, orang benar memperhatikan hidup hewannya. Sekarang mengenai orang yang murah hatinya. Mereka berbahagia, begitulah dikatakan dalam Perjanjian Lama. Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah (Mzm. 41:2). Dalam hal ini mereka menyerupai Allah, yang kebaikan-Nya adalah kemuliaan-Nya. Dengan menjadi orang yang murah hati seperti Dia yang penuh kemurahan hati, maka kita juga menjadi sempurna, sesuai dengan ukuran kita, sama seperti Dia yang sempurna adanya. Tindakan murah hati ini adalah bukti kasih akan Allah. Kita akan memuaskan hati kita sendiri bila kita menjadi alat demi kebaikan orang lain dalam hal apa saja. Salah satu kesukaan hati yang paling murni dan sempurna di dunia ini adalah berbuat baik. Di dalam kata-kata Berbahagialah orang yang murah hatinya, tercakup ucapan Kristus, yang tidak kita temukan dalam keempat Injil, bahwa adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima (Kis. 20:35). Mereka akan beroleh kemurahan. Kemurahan dari sesama saat mereka membutuhkannya. Siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum (kita tidak tahu kapan kita akan membutuhkan kebaikan hati orang, dan karena itu kita patut berbuat baik). Terutama, kita harus bermurah hati terhadap Allah, sebab terhadap orang yang setia Dia berlaku setia (Mzm. 18:26). Orang yang murah hatinya dan dermawan tidak akan bersikap pura-pura dalam berbuat baik, sebaliknya, ia akan bergegas dalam menunjukkan belas kasihannya. Orang yang murah hati akan mendapat balasan belas kasihan dari Allah (6:14), belas kasihan yang memenuhi kebutuhannya pada saat diperlukan (Ams. 19:17), belas kasihan yang memelihara (Mzm. 41:3), dan belas kasihan pada hari-Nya nanti (2Tim. 1:18). Sedangkan mereka yang tidak berbelas kasihan akan memperoleh penghakiman yang tidak mengenal rasa belas kasihan (yang hanya dapat berarti api neraka). VI. Orang yang suci hatinya adalah orang yang berbahagia (ay. 8). Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Ini adalah ucapan bahagia yang paling menyeluruh, yang meliputi semua hal. Di sini kekudusan dan kebahagiaan dijelaskan dan dipersatukan dengan sangat sempurna. . Ucapan bahagia ini menggambarkan watak yang paling menyeluruh dari orang yang berbahagia, yaitu mereka suci hatinya. Perhatikanlah, ibadah yang sejati terletak pada kesucian hati. Orang-orang yang suci batinnya memperlihatkan bahwa mereka berada di bawah kuasa ibadah yang murni dan yang tidak bercacat. Kekristenan sejati terletak pada hati, pada kesucian hati, dan pada pembersihan hati dari kejahatan (Yer. 4:14). Kepada Allah kita harus mengangkat bukan saja tangan yang bersih, namun juga hati yang murni (Mzm. 24:4-5; 1Tim. 1:5). Hati kita harus murni, tidak boleh bercampur dengan yang lain -- hati yang tulus yang tertuju kepada yang baik. Murni, kebalikan dari pencemaran dan penajisan, seperti anggur asli yang tidak dicampur, atau air jernih yang tidak bercampur lumpur. Hati harus dijaga agar tetap murni dari keinginan-keinginan nafsu daging, segala pikiran dan keinginan kotor, dan dari keinginan-keinginan nafsu duniawi, dari ketamakan dan keserakahan, dari segala kekotoran daging dan roh yang keluar dari hati dan yang menajiskan. Hati haruslah dimurnikan oleh iman dan sepenuhnya untuk Allah. Hati harus dipersembahkan dan dijaga seperti perawan yang suci bagi Kristus. Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah! . Dalam ucapan bahagia ini terkandung penghiburan paling menyeluruh bagi orang yang berbahagia. Mereka akan melihat Allah. Perhatikanlah: (1) Sungguh merupakan kebahagiaan sempurna bagi jiwa untuk melihat Allah. Dengan melihat-Nya, yang boleh kita lakukan sekarang melalui iman, kita seperti mengalami sorga di bumi, dan kita juga akan melihat-Nya kelak di dalam sorga segala sorga. Kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya, muka dengan muka, dan bukan melalui cermin yang kabur lagi. Kita akan melihat Dia sebagai milik kita, dan melihat Dia serta menikmati-Nya. Kita akan melihat Dia dan menjadi serupa dengan-Nya, serta menjadi puas dengan keserupaan itu (Mzm. 17:15). Kita akan memandang-Nya untuk selamanya dan tidak akan pernah kehilangan pandangan kita akan Dia lagi. Inilah kebahagiaan sorgawi. (2) Kebahagiaan untuk melihat Allah hanya dijanjikan kepada orang-orang, ya, hanya kepada mereka, yang suci hatinya. Tidak seorang pun kecuali yang suci yang mampu melihat Allah, dan kebahagiaan ini bukanlah untuk mereka yang tidak suci. Kesenangan apa yang bisa diperoleh jiwa yang belum disucikan bila memandang Allah yang suci? Sama seperti Dia tidak tahan melihat kejahatan mereka, begitu pula mereka tidak akan tahan melihat kesucian-Nya. Tidak ada hal najis yang akan masuk ke dalam Yerusalem baru. Namun semua orang yang suci hatinya, yang benar-benar disucikan, memiliki keinginan dalam diri mereka yang hanya dapat dipuaskan dengan melihat Allah, dan anugerah ilahi tidak akan membiarkan keinginan-keinginan itu tidak dipuaskan. VII. Orang yang membawa damai adalah orang yang berbahagia (ay. 9). Hikmat yang datang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai. Orang-orang yang berbahagia atau diberkati adalah orang-orang yang murni di hadapan Allah, dan berdamai dengan sesama manusia, sebab berkenaan dengan kedua hal tersebut, hati nurani haruslah tetap murni (Kis. 24:16). Orang-orang yang membawa damai adalah mereka yang memiliki: . Watak cinta damai. Sama seperti orang yang mencintai dusta memang terikat pada kebiasaan berdusta, demikian pula mencari damai berarti memiliki kecintaan yang kuat terhadap perdamaian. Aku ini suka perdamaian (Mzm. 120:7). Cinta damai berarti mencintai, menginginkan, dan bersukacita dengan perdamaian, menjadikannya salah satu unsur dalam diri kita, dan belajar bersikap tenang. . Tutur kata yang penuh damai. Dengan setekun mungkin mempertahankan kedamaian agar tidak rusak dan memperbaikinya seandainya terganggu, mendengarkan penawaran perdamaian, serta siap memberikannya kepada orang lain. Jika terjadi perpecahan di antara saudara seiman maupun sesama, berbuat sebisa-bisanya untuk mengatasinya dan menjadi orang yang memperbaiki keretakan. Membawa damai adakalanya merupakan pelayanan yang tidak dihargai dengan rasa terima kasih. Tugasnya adalah melerai pertengkaran sehingga bisa diserang oleh kedua belah pihak. Namun, pelayanan ini sangatlah baik, dan kita harus berharap dapat melakukannya. Sebagian orang berpendapat bahwa ucapan bahagia ini secara khusus dimaksudkan sebagai pelajaran bagi para pelayan Tuhan yang harus berupaya sedapat mungkin untuk memperdamaikan orang-orang yang berselisih pendapat, dan untuk menunjukkan kasih Kristen di antara orang-orang yang ada di bawah tanggung jawab mereka. Sekarang: (1) Orang-orang seperti itulah yang berbahagia, sebab mereka bisa menikmati kepuasan dengan memelihara perdamaian dan benar-benar bisa melayani orang lain dengan memberikan perdamaian kepada mereka. Orang-orang ini bekerja sama dengan Kristus yang datang ke dunia untuk melenyapkan perseteruan, dan untuk memberitakan damai di atas bumi. (2) Mereka akan disebut anak-anak Allah. Tindakan cinta damai itu akan menjadi bukti bagi mereka sendiri bahwa mereka memang anak-anak Allah. Allah akan mengakui mereka sebagai anak-anak-Nya, dan dengan demikian mereka akan menjadi serupa dengan-Nya. Dia adalah Allah sumber perdamaian. Anak Allah adalah Raja Damai. Roh yang mengangkat manusia sebagai anak adalah Roh damai sejahtera. Karena Allah telah menyatakan bahwa diri-Nya dapat diperdamaikan dengan kita semua, Ia tidak akan mengakui hal tersebut kepada orang-orang yang bersikeras untuk saling memusuhi. Sebab, bila para pendamai mendapat berkat-Nya, celakalah mereka yang merusak perdamaian! Dari hal ini tampaklah bahwa Kristus tidak pernah bermaksud agar ajaran-Nya disebarkan dengan menggunakan api dan pedang, atau hukuman keras, atau dengan pengakuan yang fanatik, atau dengan semangat berlebihan sebagai ciri khas murid-murid-Nya. Orang-orang duniawi sangat senang memancing di air keruh, tetapi anak-anak Allah adalah pembawa damai, orang-orang yang rukun di negeri. VIII. Orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran adalah orang yang berbahagia. Ini adalah paradoks terbesar dari semua paradoks yang ada, dan keunikan yang hanya ada dalam Kekristenan. Oleh sebab itu, ucapan bahagia ini ditempatkan paling akhir, dan lebih banyak ditekankan daripada yang lainnya (ay. 10-12). Ucapan bahagia ini, seperti mimpi Firaun, dilipatgandakan karena nyaris tidak dihargai, padahal hal tersebut sangat pasti. Di bagian terakhir terdapat perubahan pada orang yang dituju, "Berbahagialah kamu -- kamu murid-murid dan pengikut-Ku. Kamulah, yang lebih unggul dalam hal kebajikan, yang langsung berkepentingan dalam hal ini. Kamulah yang harus menanggung kesukaran dan persoalan lebih dari yang lainnya." Perhatikanlah, di sini: . Bagaimana keadaan orang-orang kudus yang menderita. Keadaannya amat parah dan menyedihkan. (1) Mereka dianiaya, diburu, dikejar, dibunuh bagaikan binatang berbahaya, dicari-cari untuk dibinasakan. Seolah-olah orang Kristen itu caput gerere lupinum -- memakai kepala serigala, yakni sebutan bagi seorang buronan, sehingga siapa saja yang menemukannya boleh membantainya. Mereka dicampakkan bagaikan sampah, didenda, dipenjarakan, dibuang, dirampas kekayaannya, disingkirkan dari semua tempat keberuntungan dan kepercayaan, dicambuk, disakiti, disiksa, diserahkan kepada maut, dan diperlakukan sebagai domba yang siap disembelih. Ini adalah akibat dari perseteruan keturunan ular itu dengan keturunan yang kudus, mulai dari Habel, orang benar itu. Hal ini juga disebutkan dalam Perjanjian Lama, seperti yang bisa kita baca dalam Ibrani 11:35, dst. Kristus telah memberi tahu kita bahwa hal ini terlebih akan menimpa jemaat Kristen, dan janganlah kita menganggapnya aneh (1Yoh. 3:13). Ia telah meninggalkan teladan bagi kita. (2) Mereka dicela dan dianiaya, serta difitnahkan segala yang jahat. Julukan dan sebutan nista dilontarkan kepada mereka, kepada orang-orang tertentu, dan kepada keturunan orang benar secara umum untuk membuat mereka tampak menjijikkan. Terkadang mereka disudutkan sedemikian rupa agar dapat diserang habis-habisan. Mereka dituntut dengan tuduhan yang bahkan tidak mereka ketahui (Mzm. 35:11; Yer. 20:18; Kis. 17:6-7). Orang-orang yang tadinya tidak berkuasa mencelakakan mereka dengan tindakan jahat lain, sekarang mampu melakukan hal ini; dan yang tadinya berkuasa menganiaya, merasa wajib melakukannya juga supaya dengan begitu mereka membenarkan tindakan keji mereka. Supaya bisa menyerang, mereka memfitnah pada korban. Supaya dapat memperlakukan korban mereka dengan keji, terlebih dulu mereka menampilkan sang korban sebagai orang yang paling jahat. Mereka akan mencela dan menganiaya kamu. Perhatikanlah, mencela orang-orang yang dikasihi Allah sama saja dengan menganiaya mereka, dan hal ini akan segera diketahui, ketika kata-kata nista harus dipertanggungjawabkan (Yud. 15), demikian halnya dengan ejekan-ejekan yang kejam (Ibr. 11:36). Mereka akan melontarkan segala fitnah jahat kepadamu, kadang-kadang sebagai saksi yang menentang kamu dalam suatu pengadilan, adakalanya di tengah-tengah kumpulan para pencemooh, bersama orang munafik dan segala pengolok (TL). Mereka bagaikan nyanyian para peminum. Mereka melakukan semuanya ini terkadang dengan berhadapan muka, seperti Simei mengutuki Daud, adakalanya di balik punggung, seperti yang dilakukan musuh-musuh Yeremia. Perhatikanlah, tidak ada kejahatan yang begitu keji dan mengerikan yang tidak difitnahkan kepada para murid dan pengikut Kristus. (3) Semuanya ini oleh sebab kebenaran (ay. 10), dan karena Aku (ay. 11). Bila itu terjadi oleh sebab kebenaran, maka itu juga karena Kristus, sebab Ia peduli pada karya kebenaran. Musuh kebenaran adalah musuh Kristus juga. Hal ini menghalangi berkat datang kepada orang-orang yang memang pantas menderita dan yang melakukan segala yang jahat. Biarlah orang-orang seperti itu dipermalukan dan dikutuk, karena ini adalah bagian dari hukuman bagi mereka. Bukan penderitaan, melainkan penyebabnyalah, yang membuat seseorang menjadi martir. Orang-orang itu menderita oleh sebab kebenaran, mereka menderita karena mereka tidak mau berbuat dosa melawan hati nurani mereka, mereka menderita karena berbuat baik. Apa pun dalih yang diajukan para penganiaya, kekuatan dalam kesalehanlah yang mereka benci. Sebenarnya Kristus dan kebenaran-Nya-lah yang dimusuhi, dibenci, dan dianiaya. Oleh karena Engkau, kata-kata yang mencela Engkau telah menimpa aku (Mzm. 69:10; Rm. 8:36). . Penghiburan yang disediakan bagi orang-orang kudus yang menderita. (1) Mereka berbahagia, sebab sekarang, selagi masih hidup, mereka menerima segala yang buruk (Luk. 16:25), dan menerimanya karena sesuatu yang baik. Mereka berbahagia, karena ini merupakan kehormatan bagi mereka (Kis. 5:41). Mengalami berkat merupakan kesempatan untuk memuliakan Kristus, untuk melakukan kebaikan, mengalami penghiburan istimewa, dan lawatan anugerah serta tanda kehadiran-Nya (2Kor. 1:5; Dan. 3:25; Rm. 8:29). (2) Mereka akan mendapat upah. Kerajaan Sorga akan menjadi milik mereka. Pada masa sekarang ini pun mereka sudah mendapat kepastian mengenai hal ini dan merasakan cicipan manisnya lebih dulu, dan tidak lama lagi mereka akan memperolehnya dengan seutuhnya. Walaupun tidak ada sesuatu pun dalam semua penderitaan itu yang secara langsung dapat membawa keuntungan bagi Allah (sebab dosa yang dilakukan oleh orang yang terbaik sekalipun layak mendapatkan yang terburuk), namun di sini dijanjikan upah yang besar (ay. 12). Upahmu besar di sorga. Begitu besar, sehingga jauh melebihi pelayanan yang mereka berikan. Upah itu berada di sorga, di masa mendatang, dan tidak tampak, namun aman dan di luar jangkauan bahaya, kecurangan, dan kekerasan. Perhatikanlah, Allah menjamin bahwa orang-orang yang menderita kerugian demi Dia, walau itu nyawa sekalipun, pada akhirnya nanti tidak akan menderita kerugian oleh Dia. Akhirnya, sorga akan menjadi upah yang melimpah bagi semua kesukaran yang kita jumpai dalam hidup. Inilah yang membuat para orang kudus dari segala zaman dapat bertahan dalam penderitaan -- karena sukacita yang ditetapkan bagi mereka ini. (3) Demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu (ay. 12). Mereka ada sebelum kamu dalam hal keunggulan, melebihi apa yang telah kamu capai. Mereka ada sebelum kamu dalam hal waktu, agar bisa menjadi teladan bagimu dalam hal penderitaan dan kesabaran (Yak. 5:10). Mereka juga telah dianiaya dan disiksa, jadi, masakan kamu mau berharap masuk sorga dengan caramu sendiri? Bukankah Yesaya dihina karena Ia selalu mengatakan mesti begini mesti begitu? Juga Elisa karena kepala botaknya? Bukankah semua nabi diperlakukan seperti itu? Oleh sebab itu janganlah engkau heran seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa, jangan kamu bersungut-sungut seolah-olah itu sesuatu yang sukar. Sungguh suatu penghiburan untuk memandang jalan penderitaan sebagai jalan yang sudah ditaklukkan, dan menerima sebagai suatu kehormatan untuk mengikuti para pemimpin seperti itu. Anugerah yang sama yang telah cukup bagi mereka untuk dapat bertahan dalam penderitaan, juga akan sama cukupnya bagi kamu dalam menghadapi penderitaan. Orang-orang yang memusuhimu adalah keturunan dan pengganti mereka yang dahulu menghina para pembawa berita dari Tuhan (2Taw. 36:16; Mat. 23:31; Kis. 7:52). BcO Wahyu 4:1-11 Kedua puluh empat tua-tua dan keempat binatang 4:1 Kemudian dari pada itu aku melihat: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini. 4:2 Segera aku dikuasai oleh Roh dan lihatlah, sebuah takhta terdiri di sorga, dan di takhta itu duduk Seorang. 4:3 Dan Dia yang duduk di takhta itu nampaknya bagaikan permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi takhta itu gilang-gemilang bagaikan zamrud rupanya. 4:4 Dan sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu duduk dua puluh empat tua-tua, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka. 4:5 Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu, dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah. 4:6 Dan di hadapan takhta itu ada lautan kaca bagaikan kristal; di tengah-tengah takhta itu dan di sekelilingnya ada empat makhluk penuh dengan mata, di sebelah muka dan di sebelah belakang. 4:7 Adapun makhluk yang pertama sama seperti singa, dan makhluk yang kedua sama seperti anak lembu, dan makhluk yang ketiga mempunyai muka seperti muka manusia, dan makhluk yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang. 4:8 Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang." 4:9 Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya, 4:10 maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata: 4:11 "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." Penjelasan: * Menyembah Allah yang berdaulat Menyembah Allah yang berdaulat. Wahyu 4-5 menghubungkan surat untuk ketujuh gereja (pasal 1-3) dengan pemaparan tentang tindakan-tindakan Allah terhadap dunia (pasal 6 dst.). Wahyu 4 berisikan penglihatan tentang Allah atas segenap isi kosmos. Penglihatan dahsyat ini terjadi sesudah Yohanes diundang masuk (ayat 1), dan melihat secara rohani (ayat 2). Pusat dari adegan yang dilihatnya adalah yang terpenting, yaitu Allah sendiri. Sosok seperti halnya di seluruh isi Alkitab tidak pernah mungkin dilihat oleh manusia. Yang dilihat oleh Yohanes adalah simbol-simbol tentang sifat Allah. Pertama, takhta melambangkan kedaulatan Allah (ayat 2). Kedua, tiga hal lain dilihat Yohanes sehubungan dengan keadaan Dia yang bertakhta itu. Ia mulia dan indah, semulia-indah permata yaspis dan zamrud (ayat 3). Ia penuh anugerah, di sekitar takhta-Nya memancar pelangi yang di zaman Nuh menandai perjanjian rahmat Allah untuk dunia. Ia dahsyat menaklukkan, menghakimi, sedahsyat kilat dan guruh yang keluar dari takhta-Nya (ayat 5). Laut yang dalam dunia Alkitab dipandang sebagai sumber pemberontakan dan kekacauan telah takluk, tenang sebening kristal di hadapan-Nya (ayat 6). Adegan berikutnya merupakan puncak pemaparan simbolis yang ditujukan untuk membangkitkan tindakan dan harapan sama dengan yang Yohanes lihat. Penglihatan ini bersifat eskatologis yaitu yang senantiasa terjadi dalam realita kekal kelak dan mewujud penuh dalam realita waktuwi kita. Seluruh isi surga diwakili oleh keduapuluh empat takhta dan seluruh ciptaan diwakili oleh empat makhluk (ayat 7,8,10) tersungkur menyembah dan menaikkan puji-pujian mereka. Pujian dari segala makhluk mengakui kekudusan, kekuasaan, kekekalan Allah (ayat 8). Pujian dari seisi surga mengakui kedahsyatan Allah dilihat dari sudut pandang penciptaan (ayat 11). Seiring dengan sikap menyembah adalah merendahkan diri sampai melemparkan mahkota-mahkota mereka di hadapan Allah. Renungkan: Pandang dan nilailah segala sesuatu yang terjadi dalam dunia ini kini dari titik tolak Allah adalah Pencipta yang berdaulat; ini akan memampukan kita meninggikan Allah selalu. ___
Daftar Label dari Kategori Renungan Katolik 2024 Lagu Anak(1) Pembuatan Tata Ibadah: Pembuatan Tata Ibadah Katolik, Lagu Perkawinan Katolik, Kalender Liturgi Katolik 2016, Khotbah Katolik 2016, | Nama-Nama Bayi Katolik Terlengkap Orang Kudus Katolik Dirayakan Desember Santo-Santa 13 Desember - Santa Lusia (Perawan dan Martir), Santa Odilia atau Ottilia (Pengaku Iman) MAZMUR TANGGAPAN & BAIT PENGANTAR INJIL - PASKAH - KENAIKAN - PENTAKOSTA - BIASA NEXT: Renungan Katolik Sabtu, 2 November 2024 - Yohanes 6:37-40 - BcO 1 Korintus 15:12-34 - PENGENANGAN ARWAH SEMUA ORANG BERIMAN PREV: Renungan Katolik Minggu, 27 Oktober 2024 - Hari Minggu Biasa XXX 2024 - Markus 10:46-52 & Kebijaksanaan 1:1-15 18 Maret 2024 Yesus membuka pintu Allah - Paus Benediktus XVI 18 Maret 2024 Puasa mengangkat pikiran kepada Allah - St. Fransiskus dari Sales Kamis, 28 Maret 2024 UPACARA PENCUCIAN ALTAR DI BASILIKA SANTO PETRUS PADA KAMIS PUTIH Kamis, 12 Oktober 2023 Panduan Dalam Memakai Rosario |
Links:
lagu-gereja.com,
bible.,
perkantas,
gbi,
GKII,
gkj,
hkbp,
MISA,
gmim,
toraja,
gmit,
gkp,
gkps,
gbkp,
Hillsong,
PlanetShakers,
JPCC Worship,
Symphony Worship,
Bethany Nginden,
Christian Song,
Lagu Rohani,
ORIENTAL WORSHIP,
Lagu Persekutuan
Jadwal Misa Gereja Seluruh Indonesia 01 Jadwal Misa Gereja di Jakarta Pusat 1. Map/Peta Gereja Katolik di Jakarta02 Jadwal Misa Gereja di Jakarta Barat 03 Jadwal Misa Gereja di Jakarta Timur 04 Jadwal Misa Gereja di Jakarta Utara 05 Jadwal Misa Gereja di Jakarta Selatan 06 Jadwal Misa Gereja di Tangerang 07 Jadwal Misa Gereja di Bekasi - Karawang 08 Jadwal Misa Gereja di Bandung 10 Jadwal Misa Gereja di Bogor - Depok 16 Jadwal Misa Gereja di Makassar 18 Jadwal Misa Gereja di Medan 21 Jadwal Misa Gereja di Palembang 2. Map/Peta Gereja Katolik di Surabaya 3. Map/Peta Gereja Katolik di Makassar 4. Map/Peta Gereja Katolik di Bandung 5. Map/Peta Gereja Katolik di Medan 6. Map/Peta Gereja Katolik di Depok Agustus - Hati Maria Yang Tidak Bernoda(3) April - Sakramen Maha Kudus (6) Bulan Katekese Liturgi(5) Bulan November - Jiwa-jiwa Kudus di Api penyucian(4) Bulan Oktober - Bulan Rosario(1) Bulan Oktober - Bulan Rosario suci(4) Desember - Bunda Maria yang dikandung tanpa noda(4) Februari - Keluarga Kudus Yesus Maria Yosep(5) Ibadah(1) Januari - Bulan menghormati Nama Yesus(5) Juli - Darah Mulia(2) Juni - Hati Kudus Yesus(10) Maret - Pesta St. Yosep(3) Mei - Bulan Maria(8) Penutup Bulan Rosario(1) Peringatan Arwah(2) Rabu Abu(1) SEPTEMBER - TUJUH DUKA MARIA(7) |
popular pages | Register | Login | e-mail: admin@lagu-gereja.com © 2012 . All Rights Reserved. |